Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan varian baru virus COVID-19 dari India dan Afrika Selatan sudah masuk ke Indonesia. Ia bahkan mengatakan, virus corona yang telah bermutasi di India terdeteksi di DKI Jakarta.
“Sudah ada mutasi baru yang masuk yaitu mutasi dari India, ada dua insiden yang sudah kita lihat dua-duanya di Jakarta dan satu insiden untuk mutasi dari Afrika Selatan yang masuk, itu yang ada di Bali. Jadi selain mutasi yang di Inggris yang sekarang ada 13 insiden,” ungkap Budi dalam telekonferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/5).
Temuan ini, kata Budi, harus meningkatkan kewaspadaan semua pihak untuk tidak mengendorkan protokol kesehatan. Pasalnya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), varian baru virus corona tersebut mempunyai tingkat penularan yang cukup tinggi. Pemerintah pun, katanya akan terus meningkatkan strategi 3T (testing, tracing dan treatment) guna menekan laju penyebaran virus tersebut.
“Apapun virusnya apapun mutasinya kalau kita disiplin protokol kesehatannya memakai masker ,mencuci tangan, dan menjaga jarak. Insya Allah harusnya penularan tidak terjadi. Itu sebabnya kenapa saya akan terus-menerus mengingatkan bahwa protokol kesehatan itu harus dijalankan oleh kita semua dimanapun kita berada,” kata Budi.
Selain itu, pemerintah kata Budi juga terus mempercepat program vaksinasi massal COVID-19 di tengah keterbatasan jumlah vaksin corona. Berdasarkan data per 30 April pemerintah sudah menyuntikan sebanyak 20 juta dosis vaksin. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12,5 juta rakyat Indonesia sudah menerima dosis pertama.
Budi berharap, vaksinasi dapat berjalan lebih cepat lagi karena berbagai vaksin akan datang dalam waktu dekat seperti vaksin AstraZeneca , dan PT Bio Farma akan segera memproduksi bahan baku vaksin Sinovac sebanyak 18 juta dosis.
“Karena itu tadi selama mutasi yang masih sedikit yang varian yang mutasi dari India, Afrika Selatan dari Inggris itu adalah saat yang tepat untuk kita segera mungkin melakukan vaksinasi untuk melindungi diri kita dan keluarga kita,” paparnya.
Sementara itu, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengungkapkan, ledakan kasus COVID-19 di tanah air seperti yang terjadi di India sebenarnya tinggal menunggu waktu. Hal ini dikarenakan, kegiatan dan mobilitas masyarakat sudah cukup meningkat pasca liburan paskah dan ditambah dengan kegiatan perkantoran yang sudah beroperasi 100 persen, kegiatan solat tarawih, buka puasa bersama dan yang paling utama adalah masyarakat yang sudah lebih awal mudik ke kampung halaman.
“Kalau kita cegah, bisa tidak terjadi atau lama terjadi. Cegah itu itu begini, penularannya ditekan, 3M dan 3T nya ditingkatkan. Mutasi itu terjadi dan menyebar kan karena ada penularan, kalau penularannya tidak terjadi dia akan lebih lambat atau tidak terjadi jumlah yang cukup banyak. Kita bisa kendalikan, karena virus itu kan gak lama umurnya,” ungkap Pandu kepada VOA.
Lebih lanjut, Pandu menjelaskan hal tersebut juga diperparah dengan perilaku masyarakat yang mengabaikan protokol kesehatan dan strategi penanganan pandemi pemerintah yang juga sudah mulai menurun. Padahal kewaspadaan, kata Pandu, tidak boleh turun selama masa pandemi.
“Mungkin (kalau naik) tidak sedahsyat India, kalau India kan jumlah penduduknya jauh lebih banyak, tapi akan terjadi peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang yang paling tinggi waktu Maret kemarin. Polanya sama seperti India, di mana pas Januari turun drastis kemudian naik lagi kaya roller coaster,” paparnya.
Perpanjangan PPKM Mikro
Di sisi lain, pemerintah juga melihat adanya tren kenaikan kasus COVID-19 di beberapa provinsi seperti Sumatera, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu dan Lampung, juga Kalimantan. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kenaikan ini disebabkan karena banyak pekerja migran Indonesia (PMI) yang pulang ke provinsi-provinsi tersebut akibat putus kontrak karena pandemi.
Dengan adanya tren kenaikan kasus tersebut, ujar Airlangga, kasus aktif COVID-19 cenderung stagnan dalam 10 hari terakhir yakni ada di level 100.000 kasus atau sekitar enam persen. Adapun tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) tingkat nasional di ruang isolasi dan ICU untuk pasien COVID-19 saat ini mencapai 35 persen, dan menurutnya tidak ada BOR yang mencapai di atas 70 persen. Meski stagnan, pemerintah mengklaim bahwa kondisi tersebut sudah mengalami berbagai perbaikan.
“Kasusnya membaik. Seperti terkait dengan konfirmasi harian itu kita di April sekitar 5.222 per hari dibanding Januari yang 10.000. Kemudian kita bicarakan kasus aktif rata-rata sekitar 107 ribu (di April), di Januari 139.963. Angka positivity rate juga membaik di Januari 26 persen dan di Mei 10,81 persen,” ungkap Airlangga.
Dengan berbagai evaluasi tersebut, maka pemerintah kembali memperpanjang kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara mikro untuk yang ke tujuh kalinya yang berlaku mulai dari 4-17 Mei. PPKM Mikro juga diperluas menjadi 30 provinsi.
“Kemudian perluasan provinsi, ditambah lima, yakni Kepulauan Riau, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Papua Barat. Sehingga total 30 provinsi,” paparnya.
WNA Pemilik KITAS dan KITAP Bisa Ikut Vaksin Gotong Royong
Dalam kesempatan ini, Airlangga juga mengatakan warga negara asing (WNA) yang memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) bisa mengikuti vaksinasi COVID-19 lewat mekanisme vaksinasi gotong royong.
“Dilaporkan mengenai vaksin gotong royong dan prioritas berbasis zonasi prioritas. Dan berbasis kepada perusahaan yang telah mendaftarkan di Kadin, dan tentunya berbasis pada jenis industrinya, yang diutamakan padat karya. Kemudian juga arahan Presiden bahwa untuk pekerja yang memiliki KITAS atau KITAP itu juga bisa menggunakan mekanisme vaksin gotong royong,” kata Airlangga.
Menurutnya, pihak Kemenkes nanti yang akan menentukan harga untuk vaksin gotong royong tersebut. Adapun jenis vaksin yang akan digunakan dalam mekanisme vaksin gotong royong ini adalah vaksin COVID-19 dengan merk Sinopharm dan Cansino. [gi/ab]