Para pemimpin Muslim dari wilayah Xinjiang menolak tuduhan Barat bahwa China menekan kebebasan beragama. Pernyataan mereka itu disampaikan Kamis (135), pada acara jamuan makan malam untuk para diplomat dan media asing untuk merayakan Idulfitri.
Acara tersebut adalah yang terbaru dari serangkaian langkah pemerintah China untuk melawan tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang. Acara itu berlangsung sehari setelah kelompok-kelompok HAM dan negara-negara Barat menuntut akses tanpa batas bagi para pakar HAM PBB ke wilayah tersebut, dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengecam China atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap Muslim Uighur sewaktu merilis laporan tahunan tentang kebebasan beragama internasional.
Uighur adalah kelompok etnis yang sebagian besar anggotanya Muslim di Xinjiang, sebuah wilayah barat laut terpencil di mana China telah dituduh melakukan penahanan massal, kerja paksa dan sterilisasi paksa dalam beberapa tahun terakhir sebagai bagian dari upaya keras menjaga keamanan setelah serangkaian serangan teroris.
Menggemakan pernyataan pemerintah, presiden Asosiasi Islam Xinjiang mengatakan China telah memberantas tempat berkembang biaknya ekstremisme dengan meningkatkan mata pencaharian, mengajari orang-orang tentang hukum dan mendirikan pusat-pusat pelatihan dan pendidikan kejuruan. Sejumlah analis asing mengatakan pusat-pusat itu adalah bagian dari sistem penahanan yang telah memenjarakan sekitar 1 juta orang atau lebih.
Abdureqip Tomurniyaz, yang mengepalai asosiasi itu dan sebuah sekolah studi Islam di Xinjiang, menuduh kekuatan-kekuatan anti-China di AS, dan negara-negara Barat lainnya yang menyebarkan rumor dan kebohongan. “Mereka ingin menyabotase keharmonisan dan stabilitas Xinjiang, menahan kebangkitan China dan merenggangkan hubungan China dengan negara-negara Islam, '' katanya.
Ia juga menuding AS menutup mata terhadap pelanggaran HAM yang dilakukannya sendiri. Tomurniyaz mencontohkannya dengan menyebut keterlibatan AS dalam konflik di Irak, Afghanistan dan negara-negara Muslim lainnya, serta diskriminasi anti-Muslim di dalam negeri AS.
Para pemimpin agama dari lima masjid berbicara pada presentasi selama 90 menit itu -- tiga secara langsung dan dua melalui video. Mereka semua menggambarkan bahwa pemerintah China mengizinkan mereka menjalankan ibadah dan merayakan Idulfitri, serta membantah kritik terhadap kebijakan agama China. Acara itu juga menayangkan video-video yang menunjukkan sejumlah pria melakukan salat di dalam masjid dan orang-orang Xinjiang menari di alun-alun terbuka.
Mamat Juma, imam masjid bersejarah Id Kah di kota Kashgar, mengatakan bahwa semua kelompok etnis di Xinjiang mendukung langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memerangi terorisme. Ia mengatakan bahwa orang-orang berterima kasih kepada Partai Komunis yang berkuasa karena telah memulihkan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. [ab/uh]