Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia mengatakan akan mengevaluasi biaya perekrutan yang dibebankan kepada pekerja migran dan meninjau perjanjian tersebut dengan negara asal pekerja. Hal tersebut dilakukan setelah peringkat Malaysia diturunkan dalam laporan perdagangan manusia yang diterbitkan Amerika Serikat (AS).
Departemen Luar Negeri AS pekan lalu menempatkan Malaysia berada di 'Tingkat 3' dalam laporan Trafficking in Persons (TIP) tahun ini dan mengatakan kerja paksa adalah kejahatan perdagangan manusia yang dominan di negara itu.
Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia memberi perhatian pada masalah yang diangkat dalam laporan TIP dengan serius.
“Pemerintah akan terus memberikan perhatian terhadap tantangan dalam mengatasi masalah kerja paksa, terutama yang melibatkan tenaga kerja asing, dan akan terus melakukan berbagai penyempurnaan terhadap inisiatif yang ada,” kata Menteri Saravanan Murugan dalam sebuah pernyataan, Senin (5/7), seperti dikutip oleh Reuters.
Kementerian, kata Saravanan, telah menerima 4.636 keluhan dari pekerja antara Mei dan 4 Juli melalui aplikasi baru seluler, dan telah mengambil tindakan terhadap 3.502 kasus, termasuk menyelidiki tuduhan kerja paksa.
Malaysia sangat bergantung pada sekitar dua juta pekerja migran terdokumentasi dari negara-negara seperti Bangladesh, Nepal, dan India untuk produksi berbagai produk, mulai dari minyak sawit hingga sarung tangan karet.
Saravanan mengatakan kementerian akan meninjau pungutan yang dikenakan oleh agen perekrutan swasta dan memeriksa apakah ada biaya tersembunyi yang mungkin mengarah pada risiko eksploitasi dan jeratan utang. [ah/ft]