Situasi kerja yang tidak mendukung, pelanggaran hak pekerja dan tidak adanya jaminan atas kerja yang layak, merupakan sebagian persoalan yang dialami Umrahatun, di tengah perebakan luas virus corona di seluruh dunia. Umratun adalah seorang pekerja migran Indonesia di Malaysia.
"Respons lambat terhadap persoalan yang kami alami, seperti gaji tidak dibayar, tidak ada libur, dan dokumen dirampas majikan. Kami juga rentan terhadap penipuan oleh calo maupun agensi," kata Umratun.
"Dan psikologis juga menjadi lebih tinggi, seperti keletihan ekstrem karena jam dan beban kerja yang semakin bertambah sehingga mengurangi masa rehat," tambahnya.
Persoalan lain yang dialami pekerja rumah tangga di Malaysia adalah kecemasan tertular virus COVID-19, tidak ada akses untuk mendapatkan vaksin, dan ancaman kehilangan pekerjaan. Ini semua diperparah dengan sulitnya akses terhadap layanan kesehatan dan jaminan sosial.
Bunuh Diri
Umrahatun mengatakan sebagian pekerja migran Indonesia yang tidak berdokumen atau ilegal tidak berani menghubungi nomor hotline layanan kesehatan yang disediakan pemerintah Malaysia bagi pekerja asing. Kalau pun mereka datang ke tempat penampungan yang disediakan KBRI di Kuala Lumpur, mereka harus siap menjalani prosedur yang rumit, mengingat daya tampungnya pun terbatas.
Layanan di tempat penampung juga tidak mencakup layanan kesehatan mental. Tak jarang beberapa pekerja migran Indonesia yang putus asa, akhirnya nekad bunuh diri.
Persoalan yang kurang lebih sama dialami Hendro Wijaya, pekerja migran Indonesia di Taiwan. Bersama ratusan ribu pekerja migran lainnya, ia juga menghadapi isu upah lembur yang tidak sesuai perhitungan resmi, dan pungutan perusahaan penyalur calon pekerja migran yang melebihi biaya yang sudah ditetapkan BP2MI.
Hal ini diperparah dengan rendahnya sanksi hukum terhadap agensi pengiriman yang nakal dan tidak transparannya daftar agen penyalur yang melanggar aturan.
"Upah pekerja rumah tangga masih di bawah standar upah minimum, namun harus bekerja tanpa jam yang jelas dan tidak ada kepastian hari libur. Ketika pekerja rumah tangga mengalami kecelakaan hingga sakit dan harus dioperasi, biaya operasi, pengobatan hingga pulih harus ditanggung oleh pekerja rumah tangga tersebut," ujar Hendro.
Menurut Hendro, pekerja rumah tangga asal Indonesia sering mendapat pemotongan jam libur secara semena-mena. Juga dikenai biaya proses pindah majikan sebelum atau sesudah masa kontrak kerja habis secara ilegal.
Pemotongan Gaji
Pemotongan gaji karena tidak bekerja secara penuh di saat pandemi juga dialami pekerja migran Indonesia di Arab Saudi, termasuk di antaranya para pemandu jemaah umrah dan haji. Mereka yang terpaksa bekerja secara ilegal untuk memenuhi kebutuhan hidup, kini berharap bisa difasilitasi pemerintah untuk pulang ke Tanah Air. Pasalnya jika mengurus kepulangan sendiri, mereka harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Masalah-masalah yang melilit para pekerja migran ini terungkap dalam diskusi virtual bertajuk “Pekerja Migran Indonesia di Masa COVID-19” yang merupakan bagian dari Kongres Diaspora Indonesia ke-6, Sabtu (14/8).
Perlindungan Bagi Pekerja Migran
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah yang juga mengikuti diskusi ini mengatakan persoalan di ketiga negara itu menggambarkan persoalan yang dihadapi pekerja migran Indonesia di luar negeri. Ia menegaskan pemerintah akan senantiasa melakukan berbagai upaya untuk melindungi semua pekerja migran Indonesia di luar negeri, terutama di saat perebakan COVID-19.
"Kami selalu berkoordinasi dengan para atase ketenagakerjaan untuk selalu memperbarui kondisi PMI (pekerja migran Indonesia). Kami selalu minta perkembangan terbaru terkait kebijakan negara penempatan, kemudian memetakan potensi permasalahan dan melakukan upaya penanganan, termasuk memberikan bantuan," tutur Ida.
Sembilan Juta Pekerja
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Bank Dunia bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik, jumlah pekerja migran Indonesia di luar negeri sekarang ini mencapai sekitar sembilan juta, termasuk pekerja migran ilegal. Dalam lima tahun terakhir, terdapat pengiriman 266 ribu orang dan pekerja migran perempuan lebih banyak.
Para pekerja migran Indonesia tersebut tersebar di hampir dua ratus negara. Ida Fauziah menambahkan dalam tiga tahun terakhir, jumlah pekerja migran Indonesia didominasi oleh pekerja domestik atau asisten rumah tangga. [fw/em]