Pengadilan Tata Usaha Negara, Selasa (7/12), menolak gugatan dua perusahaan kelapa sawit untuk mengembalikan izin perkebunannya di Papua. Keputusan tersebut dinilai sebagai ujian bagi pemerintah dalam menjalankan janjinya untuk menghentikan konversi lahan demi mengurangi deforestasi.
Putusan ini terbit dua bulan setelah pemerintah Indonesia mengatakan tidak akan menyetujui izin kelapa sawit baru, bahkan setelah moratorium perkebunan berakhir.
Kedua perusahaan - PT Papua Lestari Abadi (PLA) dan PT Sorong Agro Sawitindo (SAS) - memiliki izin atas lahan seluas 70.000 hektare atau setara dengan hampir tujuh kali luas kota Paris.
Mereka menggugat Bupati Sorong di Papua Barat yang mengawasi izin mereka, dengan alasan bahwa pencabutan izin itu merugikan mereka.
Bupati Sorong mencabut izin seluas 105.000 hektare yang dimiliki oleh PLA, SAS dan perusahaan lain yang bernama PT. Inti Kebun Lestari, yang juga sedang memperjuangkan putusan di pengadilan.
Pengadilan menolak "seluruh gugatan penggugat," Petrus P. Ell, pengacara yang membela Bupati Sorong, mengatakan dalam konferensi virtual setelah putusan diumumkan.
Pengacara perusahaan, Juhari, mengatakan kepada Reuters bahwa mereka akan mengajukan banding atas putusan tersebut.
Indonesia bulan lalu bergabung dengan 127 negara lain yang berjanji untuk mengakhiri deforestasi pada 2030. Namun beberapa hari kemudian komitmen tersebut mengalami kemunduran dengan mencuatnya komentar dari Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya yang mengatakan nol-deforestasi bertentangan dengan kepentingan pembangunan pemerintah.
Indonesia, rumah bagi hutan tropis terbesar ketiga di dunia dan produsen utama minyak sawit, telah melarang pembukaan hutan sejak 2011.
KLHK mengklaim telah mengurangi laju deforestasi hingga 75 persen pada tahun lalu melalui pengendalian kebakaran hutan dan pembatasan pembukaan lahan. [ah/rs]