Milisi Houthi di Yaman masih menahan kapal kargo Rwabee bersama sebelas anak buah kapalnya. Mereka terdiri dari tujuh orang asal India serta masing-masing satu orang dari Indonesia, Filipina, Myanmar dan Ethiopia.
Houthi, berperang dengan pasukan koalisi Arab saudi sejak Maret 2015 dan menahan kapal barang berbendera Uni Emirat Arab (UEA) tersebut sejak 2 Januari lalu karena dikabarkan mengangkut peralatan militer milik Arab Saudi. Namun Saudi menyatakan Rwabee membawa perlengkapan untuk membangun sebuah rumah sakit lapangan di Pulau Sokotra, Yaman.
Duta Besar Indonesia untuk Oman merangkap Yaman Mohamad Irzan Djohan kepada VOA, Kamis (27/1) menjelaskan tim negosiasi Houthi telah memberitahu bahwa sebelas ABK yang ditahan bersama kapal kargo Rwabee dalam keadaan baik dan aman.
Dia menambahkan ABK asal Indonesia berinisial SHP itu bahkan berbicara melalui telepon dengan istrinya di Makassar pada 18 Januari lalu.
"(Dia) mengatakan saya baik-baik saja, ditempatkan di satu hotel tapi saya tidak tahu di mana. Kami bisa berinteraksi dengan sebelas ABK lainnya, makan teratur, baik, bagus,diperlakukan baik," kata Irzan.
Irzan menegaskan pemerintah masih terus mengupayakan pembebasan ABK asal Indonesia dari tahanan milisi Houthi di Yaman melalui semua jalur. Diakuinya saling serang antara Houthi dan pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi membuat proses pembebasan terhadap ABK Indonesia berinisial SHP tersebut tertunda.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kedutaan Besar Yaman di Ibu Kota Muskat, Oman, warga Indonesia yang kebetulan bekerja di kapal UEA itu bukan menjadi sasaran Houthi. Kelompok itu juga tidak meminta uang tebusan kepada sebelas ABK, tapi meminta uang tebusan kepada perusahaan pemilik kapal Rwabee dan Arab Saudi, pemilik barang yang menyewa kapal tersebut.
Dia mengakui sampai saat ini belum ada sinyalemen kapan ABK asal Indonesia tersebut akan dibebaskan. "Satu nyawa orang Indonesia, pemerintah Indonesia dari ujung kaki, dari ujung rambut, kata Pak Presiden (Joko Widodo), harus dipertahankan. Walaupun hanya satu," ujar Irzan.
KBRI Muskat sudah mempersiapkan rencana evakuasi warga Indonesia jika keadaan di Yaman sudah darurat. Namun sampai saat ini rencana itu belum dilaksanakan karena keadaan secara umum masih aman dan dapat berkegiatan seperti biasa.
Pembebasan Sandera Dinilai Tak Mudah
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengakui proses pembebasan ABK asal Indonesia itu tidak mudah karena kondisi perang di Yaman sangat parah.
Dia tidak tahu apakah bisa Indonesia mengirim intelijen untuk bertemu Houthi untuk memastikan keberadaan dan keadaan ABK Indonesia yang sedang ditahan oleh Houthi.
"Jadi (upaya pembebasan ABK Indonesia) tidak hanya (dilakukan) dengan pihak pemerintah (Yaman yang diakui internasional), karena pihak pemerintah memang berlawanan dengan pihak Houthi, tapi juga pihak kedua yang memang punya hubungan cukup kuat dengan Houthi, seperti dengan pemerintah Iran untuk bisa memastikan kondisi sandera itu seperti apa," tutur Yon.
Menurut Yon, Indonesia selama ini cenderung netral dalam menyikapi perang Yaman maka tentu Houthi tidak ada masalah dengan Indonesia sehingga menguntungkan posisi ABK asal Indonesia dalam tahanan Houthi.
Ketegangan diantara kelompok Houthi dan Arab Saudi memuncak setelah kelompok itu mengakui serangan pesawat nirawak di bandara dan instalasi minyak Abu Dhabi dua pekan lalu yang menewaskan tiga orang. [fw/em]