Rusia pada hari Selasa (29/3) mengatakan akan mengurangi secara tajam aktivitas militer di sekitar ibu kota Ukraina, Kyiv, dan Chernihiv di Ukraina utara. Pernyataan itu menjadi tanda kemajuan yang nyata menuju kesepakatan damai.
Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin menyampaikan hal itu usai menghadiri perundingan dengan delegasi Ukraina di Istanbul.
“Untuk meningkatkan rasa saling percaya dan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk negosiasi lebih lanjut dan mencapai tujuan akhir berupa kesepakatan dan penandatanganan persetujuan, dibuat keputusan untuk secara radikal, dalam jumlah besar, mengurangi aktivitas militer yang mengarah ke Kyiv dan Chernihiv,” kata Formin kepada wartawan.
Meski demikian, ia tidak merujuk ke bagian timur dan selatan Ukraina, di mana pasukan Rusia melancarkan serangan besar yang mendapat perlawanan sengit.
Kepala perunding Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan bahwa itu merupakan salah satu dari dua langkah yang diambil Moskow untuk mengurangi eskalasi konflik yang telah berlangsung selama 34 hari tersebut.
Ia mengatakan, langkah lainnya adalah Rusia akan menyetujui pertemuan antara Presiden Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy secara bersamaan apabila dan ketika perjanjian damai diparaf oleh menteri luar negeri kedua negara.
Di sisi lain, kepala delegasi Ukraina menuntut perdamaian penuh di seantero Ukraina agar kesepakatan akhir dengan Rusia bisa mulai diterapkan.
David Arakhamia menyampaikannya pernyataan itu di Istanbul, usai menghadiri perundingan dengan pihak Rusia, semenjak pertemuan sebelumnya 10 Maret lalu.
Ia mengatakan “semua pasukan” harus mundur dari Ukraina dan mengizinkan tiga setengah juta pengungsi yang melarikan diri dari perang untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.
“Posisi Ukraina tidak berubah. Kami mengakui perbatasan internasional Ukraina tahun 1991. Tak ada kompromi atau garis merah di sini,” kata Arakhamia.
Penasihat presiden dan anggota delegasi Ukraina, Mykhailo Podolyah, mengatakan bahwa Turki, Jerman dan Polandia dapat menjadi beberapa penjamin keamanan Ukraina.
“Poin krusialnya adalah kemungkinan untuk menerima jaminan keamanan dari para penjamin untuk menghentikan konflik saat ini, perang ini,” ungkapnya.
Para perunding Ukraina mengatakan mereka telah mengusulkan pada putaran terakhir pembicaraan dengan Rusia bahwa Ukraina bersedia mengadopsi status netral dengan imbalan jaminan keamanan, yang berarti Kyiv tidak akan bergabung dengan aliansi militer atau menjadi tuan rumah pangkalan militer NATO.
Podolyak menambahkan bahwa Ukraina harus mengadakan referendum sebelum perjanjian damai dengan Rusia disepakati.
Selain itu, Podolyak mengatakan Ukraina telah menyarankan agar kedua negara mengadakan pembicaraan selama periode 15 tahun tentang masa depan Semenanjung Krimea, yang direbut oleh Rusia pada tahun 2014, dengan didahului kesepakatan agar kedua negara tidak mengerahkan angkatan bersenjata untuk menyelesaikan masalah itu untuk sementara.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih hari Selasa (29/3), Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa masih harus dilihat apakah Rusia menindaklanjuti komitmennya untuk mengurangi operasi militer di Ukraina. Ia mengatakan, Washington dan sekutu-sekutunya akan melanjutkan sanksi bagi Rusia dan mengirim bantuan bagi Ukraina.
“Kita akan lihat apakah mereka menindaklanjuti apa yang mereka katakan” seiring berlanjutnya negosiasi antara Moskow dan Kyiv, kata Biden kepada wartawan, usai melangsungkan pertemuan dengan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.
Sebelum perundingan di Istanbul, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenkyy telah mengatakan negaranya siap menyatakan netralitasnya.
Moskow sebelumnya menuntut agar Ukraina tidak akan pernah bergabung dengan NATO, yang dianggapnya sebagai ancaman.
Zelenskyy juga mengatakan dirinya terbuka untuk berkompromi mengenai wilayah Donbas di timur Ukraina yang diperebutkan – pernyataan yang mungkin memberikan momentum untuk negosiasi. [rd/lt]