Tautan-tautan Akses

Perdagangan China-Rusia Terusik oleh Perang Ukraina


Bendera Rusia dan China tampak berkibar. (Foto: AP)
Bendera Rusia dan China tampak berkibar. (Foto: AP)

Ekspor China ke Rusia melambat karena nilai rubel terus berfluktuasi, bukti nyata bahwa riak akibat sejumlah sanksi negara-negara Barat atas invasi Rusia ke Ukraina juga terasa di China.

Perusahaan multinasional China telah bertahan di Rusia saat perusahaan-perusahaan saingan yang berasal dari Barat mereka melarikan diri. Namun perusahaan-perusahaan China yang lebih kecil lebih rentan mengalami kerugian nilai tukar, dengan beberapa mengatakan kepada Reuters bahwa sebagian besar bisnis Rusia mereka tertunda karena kedua belah pihak menunggu volatilitas.

"Produk yang seharusnya saya kirim ke Rusia tersimpan di gudang saya," kata Deng Jinling, yang pabriknya di China timur membuat termos vakum.

Para pekerja membawa kotak-kotak makanan laut saat mereka memuat truk pengangkut China. (Foto: AP)
Para pekerja membawa kotak-kotak makanan laut saat mereka memuat truk pengangkut China. (Foto: AP)

Tahun lalu, sekitar 30 persen dari pendapatannya sebesar 40 juta yuan atau $6,29 juta berasal dari Rusia.

"Klien kami semua menunggu untuk melihat apakah nilai tukar dapat sedikit meningkat. Biaya mereka terlalu tinggi dengan nilai tukar saat ini," katanya.

Pedagang China lainnya mengatakan bahwa perusahaannya bertindak sebagai perantara antara klien Rusia dan China, tetapi volume produk seperti seprai dan peralatan dapur yang biasanya mereka tangani turun sepertiga.

China adalah sumber impor terbesar Rusia dan menjual barang senilai $12,6 miliar ke Rusia hanya pada Januari dan Februari, kebanyakan terdiri dari komputer, mobil, sepatu, dan mainan, menurut data bea cukai.

Baik pengusaha impor Rusia maupun eksporter China terpaksa menunda bisnis mereka karena takut terjebak oleh rubel yang naik turun bak roller coaster.

"(Dengan adanya) depresiasi rubel berarti Anda kehilangan uang setiap kali ada penjualan," kata Shen Muhui, yang mengepalai kelompok perdagangan yang mewakili lebih dari 20.000 eksporter kecil China ke Rusia.

Dia mengatakan beberapa pelanggan Rusia bersedia menggunakan yuan China untuk membayar barang tetapi tidak cukup untuk membuat banyak perbedaan, dan permintaan untuk layanan pergudangannya di Rusia telah merosot sekitar seperlima sejak perang Ukraina dimulai dan sekitar 90 persen.

Bendera nasional Rusia dan China berdiri di latar depan saat Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, dan mitranya dari China Xi Jinping berdiri bersama. (Foto: AP)
Bendera nasional Rusia dan China berdiri di latar depan saat Presiden Rusia Vladimir Putin, kiri, dan mitranya dari China Xi Jinping berdiri bersama. (Foto: AP)

"Anda tidak dapat menaikkan harga karena Rusia tidak mampu membelinya... Jadi, Anda mengalami kerugian saat mengubah kwitansi Anda menjadi yuan," kata Shen.

"Melakukan ekspor ke Rusia menjadi tidak bisa dilakukan."

Optimisme Jangka Panjang

Mata uang rubel telah mengalami volatilitas yang signifikan terhadap dolar AS dan yuan China sejak Rusia melakukan "operasi khusus" di Ukraina pada 24 Februari.

Konflik tersebut memicu nilai rubel terhadap yuan anjlok 40 persen, meskipun mata uang Rusia telah melonjak naik sekitar 70 persen sejak turun ke titik terendah pada 9 Maret. China menolak untuk mengutuk tindakan Rusia di Ukraina atau menyebutnya sebagai invasi dan telah berulang kali mengkritik apa yang disebutnya sanksi ilegal dan sepihak.

Orang-orang yang memakai masker pelindung wajah mengunjungi toko merek Xiaomi, di tengah wabah Covid-19 di Kyiv, Ukraina, 22 Oktober 2020. (Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko)
Orang-orang yang memakai masker pelindung wajah mengunjungi toko merek Xiaomi, di tengah wabah Covid-19 di Kyiv, Ukraina, 22 Oktober 2020. (Foto: REUTERS/Valentyn Ogirenko)

Perusahaan besar China seperti Xiaomi, Great Wall Motor, sebagian besar tetap bertahan pada rencana mereka di Rusia.

Namun di balik layar, China mewaspadai perusahaannya yang melanggar sanksi dan menekan mereka untuk melangkah hati-hati dengan investasi di sana, Reuters melaporkan pada 25 Maret.

Perusahaan energi Sinopec Group yang dikelola negara menangguhkan pembicaraan tentang investasi petrokimia besar dan usaha pemasaran gas di Rusia, kata sumber tersebut.

Winnie Wang, Presiden Asosiasi E-commerce Lintas Batas Shenzhen, optimis tentang perdagangan dengan Rusia dalam jangka Panjang. Dia memperkirakan ekspor China akan meningkat, baik dalam variasi dan volume, meskipun ada tantangan jangka pendek termasuk volatilitas mata uang.

Wang mengatakan dia berharap para pedagang dapat melepaskan diri dari penyelesaian dolar AS.

"Kedua negara harus bekerja sama untuk merancang kerangka pembayaran baru untuk perdagangan," katanya. [ah/rs]

Recommended

XS
SM
MD
LG