Tautan-tautan Akses

PBB: COVID-19 Menjerumuskan 77 Juta Orang ke Jurang Kemiskinan


Para relawan mendistribusikan makanan kepada para keluarga miskin di tengah karantina wilayah di yang diberlakukan di Dwarka, New Delhi, India, pada 12 April 2020. (Foto: AP)
Para relawan mendistribusikan makanan kepada para keluarga miskin di tengah karantina wilayah di yang diberlakukan di Dwarka, New Delhi, India, pada 12 April 2020. (Foto: AP)

Pandemi COVID-19 menjerumuskan 77 juta orang lebih banyak ke dalam jurang kemiskinan ekstrem tahun lalu dan banyak negara berkembang yang tidak bisa pulih karena ongkos pelunasan utang yang melumpuhkan – dan itu belum ditambah dampak perang di Ukraina, menurut laporan PBB yang dirilis pada Selasa (12/4).

Laporan itu menyatakan negara-negara kaya dapat menyokong pemulihan diri dari kemerosotan pandemi dengan jumlah pinjaman mencapai rekor dan suku bunga amat rendah. Di sisi lain, negara-negara paling miskin menghabiskan miliaran dolar untuk melunasi utang mereka dengan menghadapi ongkos pinjaman yang jauh lebih tinggi, mencegah mereka menganggarkan perbaikan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan, perlindungan lingkungan dan upaya mengurangi ketidaksetaraan.

Menurut PBB, 812 juta orang hidup dalam kemiskinan ekstrem – dengan penghasilan $1,9 per hari atau kurang – pada tahun 2019, dan pada 2021 di tengah pandemi angka itu meningkat hingga 889 juta orang.

Laporan itu mengulas pembiayaan untuk mencapai tujuan pembangunan PBB tahun 2030, termasuk mengakhiri kemiskinan, memastikan pendidikan berkualitas bagi semua generasi muda, serta mencapai kesetaraan gender.

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed mengatakan pada konferensi pers bahwa upaya itu “dilakukan pada saat-saat kritis bagi umat manusia, menambah krisis yang semakin parah akibat serangan iklim terhadap sistem alam kita dan pandemi COVID-19 yang berkepanjangan.”

Selain itu, katanya, adalah dampak global perang di Ukraina. Analisis PBB mengindikasikan “1,7 miliar orang menghadapi lonjakan biaya pangan, energi dan pupuk sebagai akibat dari perang di Ukraina,” ungkap Mohammed.

Laporan itu memperkirakan PDB per kapita di 20 persen negara berkembang tidak akan kembali ke tingkat pra-2019 pada akhir 2023 mendatang, bahkan sebelum mereka terdampak perang Rusia di Ukraina.

Laporan itu menyebut negara-negara berkembang paling miskin, rata-rata membayarkan 14 persen pendapatan mereka untuk melunasi bunga utang, dengan banyak yang terpaksa memotong anggaran pendidikan, infrastruktur, dan belanja modal sebagai akibat dari pandemi. Di sisi lain, negara-negara maju hanya membayar 3,5%.

Perang di Ukraina akan memperburuk tantangan itu, menurut laporan tersebut. selain itu, perang juga akan menyebabkan harga energi dan komoditas yang semakin tinggi, gangguan rantai pasokan baru, inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan yang lebih rendah, dan peningkatan volatilitas di pasar keuangan. [rd/rs]

XS
SM
MD
LG