Warga Muslim di berbagai belahan dunia merayakan Idulfitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan, dengan gembira. Namun jelas tampak bahwa dibanding tahun-tahun sebelum pandemi, orang-orang lebih menahan diri untuk membeli berbagai kebutuhan.
Saat lebaran sedianya menjadi waktu yang sibuk bagi Faizan Ilyas, seorang penjahit di Pakistan. Biasanya ia memiliki banyak pelanggan yang memesan baju baru untuk Hari Raya Idulfitri. Dan ini bisa menjadi bisnis yang bagus baginya setelah dua tahun sepi karena lockdown – atau penghentian kegiatan dan penutupan sebagian wilayah – karena pandemi virus corona. Tetapi kali ini pun ia tidak menerima pesanan sebanyak yang diharapkan.
“Saat Ramadan tahun lalu pasar-pasar di-lockdown karena virus corona. Kami para penjahit hanya mendapat sedikit pekerjaan. Orang-orang seperti kami yang berpenghasilan tetap setiap hari, menghadapi banyak kesulitan. Alhamdulillah pasar kini dibuka. Ada beberapa pekerjaan yang sedianya bisa menghasilkan uang. Tetapi hingga saat ini kami tidak mendapatkan banyak pesanan karena inflasi,” ujarnya.
Beberapa bulan terakhir ini inflasi melonjak di Pakistan, terutama didorong oleh naiknya harga BBM dan komoditas akibat perang Rusia di Ukraina.
“Kain untuk satu pakaian yang biasanya sekitar 80-100 ribu rupiah, kini dijual sekitar 175-200 ribu rupiah. Jadi orang memilih mengurangi membeli baju baru sekarang. Mereka yang biasanya memesan empat pakaian, sekarang hanya memesan satu pakaian saja,” tambah Faizan.
Kebanyakan Warga Menahan Diri
Toko-toko yang menjual gelang, perhiasan dan perlengkapan make-up masih bergeliat, karena meskipun menghadapi masalah ekonomi, orang-orang tentunya masih ingin merayakan Idulfitri dengan penuh gaya; sebagaimana disampaikan salah seorang pembeli di pasar, Laiba Qureshi.
“Iya harganya memang sedikit naik. Tetapi ketika orang harus membeli barang tertentu, mereka akan mengurangi pembelian barang lain. Tentu saja orang-orang akan tetap berbelanja untuk Idulfitri meskipun barangnya mahal. Idulfitri adalah saat spesial bagi kami umat Islam. Kami tetap membeli barang meskipun kami susah,” tukasnya.
Setelah berpuasa selama satu bulan penuh, kegembiraan menyambut Idulfitri kian memuncak seiring akan berakhirnya bulan Ramadan. Banyak perempuan berharap dapat mempercantik penampilan dengan sepasang sepatu baru yang gemerlap dan pakaian indah karena bagaimana pun juga ada saatnya untuk memanjakan diri sendiri bukan?
Salah satu salon kecantikan juga menawarkan layanan henna – atau semacam tatto cantik yang tidak permanen – yang mendekorasi tangan dan lengan dengan desain yang rumit.
Syeda Haniya yang berusia 18 tahun memiliki daftar belanjaan yang panjang. “Kami mempersiapkan tibanya Idulfitri dengan membeli banyak pernak-pernik, ada anting-anting dan gelang, serta menghiasi tangan dan kaki dengan henna.
Meskipun banyak yang tetap datang ke salon, jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding sebelumnya. Pemilik salon Sana Shahnawaz melihat langsung perubahan ini.
“Gadis-gadis datang ke salon kami untuk melakukan perawatan kecantikan, mulai dari wajah, rambut dan melukis henna. Mereka juga mempercantik alis dan bibir. Banyak hal. Tetapi ada banyak perbedaan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kami tidak memiliki klien sebanyak dulu. Saya tidak tahu mengapa, tapi saya berharap yang terbaik,” ujar Sana.
Warga Gaza Putar Otak Penuhi Kebutuhan Hari Raya
Kesulitan serupa juga dirasakan warga Palestina di Gaza. Warga memutar otak untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan penting hari raya di tengah kenaikan harga pangan dan barang-barang lainnya. Beberapa warga menyampaikan kesulitan yang mereka hadapi.
“Situasinya sedang sulit. Orang yang masih punya pekerjaan mungkin masih dapat memenuhi kebutuhan mereka, tetapi yang lain harus bergulat. Situasinya benar-benar sangat sulit,” tutur Um Musab.
Hal senada disampaikan Mahmoud Al Madhoun. “Secara keuangan situasinya sedang beralih dari buruk menjadi sangat buruk. Orang-orang menghadapi kesulitan di semua bidang kehidupan. Meskipun demikian orang-orang sangat ingin merayakan Hari Kemenangan ini.”
Juga Abu Hani Al Dali yang berjualan di pasar Gaza. “Idulfitri tahun lalu semua tempat ditutup karena perang. Idulfitri saat ini banyak tempat dibuka tetapi situasi ekonomi sedang sangat buruk. Saya memahami apa yang terjadi. Semoga Allah SWT membantu mereka yang ingin membeli baju baru bagi anak-anaknya, membeli kebutuhan untuk Idulfitri dan barang-barang lain. Semua orang sebenarnya sedang khawatir dengan situasi ekonomi ini.”
Mendekati Hari Raya Idulfitri warga memadati jalan-jalan dan pasar di Gaza City, tetapi mereka sangat berhitung untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan. Gaza memang termasuk wilayah yang diblokade ketat oleh Israel dan Mesir untuk mengisolasi Hamas, kelompok militan yang telah menguasai Gaza sejak tahun 2007. Tetapi para pedagang mengatakan kenaikan harga kali ini lebih dikarenakan dampak perang Rusia di Ukraina, bukan karena pemblokiran wilayah itu. Selain itu sejak pandemi Covid-19 memang telah terjadi peningkatan biaya transportasi untuk distribusi barang dan jasa. Padahal Gaza sangat tergantung pada impor.
Warga Irak Berhitung Cermat
Warga di Baghdad, Irak, juga memenuhi toko dan pasar sehari menjelang Idulfitri. Pasar Shorja, salah satu pasar paling besar di Baghdad, warga berdesak-desakan membeli kebutuhan hari raya, terutama pakaian baru, permen dan coklat, serta kacang-kacangan. Namun para pedagang mengatakan warga sangat berhitung cermat untuk menggunakan uang mereka, sebagaimana yang disampaikan salah seorang pedagang di Pasar Shorja, Karar Ali Saheb.
“Jika mereka membelikan pakaian baru untuk satu anak, maka anak yang lain tidak. Mungkin ada kekecewaan, tetapi mereka sangat hati-hati karena biaya hidup kini sangat tinggi,” ujar Karar.
Pada tahun 2020 Bank Sentral Irak mendevaluasi mata uang dinar hingga lebih dari 20% sebagai tanggapan terhadap krisis likuiditas yang parah. Langkah itu sempat menimbulkan kemarahan publik. Meskipun kebijakan itu diambil dua tahun lalu, para pedagang dan pembeli sama-sama masih merasakan dampaknya.
Warga Muslim Afghanistan Rayakan Idulfitri Hari Minggu
Berbeda dengan warga Muslim di Pakistan, Gaza dan Irak yang merayakan Idulfitri pada hari Senin (2/5), warga di Afghanistan telah merayakan Idulfitri pada hari Minggu (1/5). Ribuan warga Kabul memadati masjid-masjid di seluruh kota itu untuk sholat Eid, meskipun sempat muncul rasa masgul mengingat serangkaian serangan bom bunuh diri yang terjadi di masjid-masjid saat sholat Jumat pada tanggal 29 dan 22 April lalu.
“Sempat juga terlintas di benak saya bagaimana jika hal itu (ledakan bom bunuh diri.red) terjadi. Tapi saya buru-buru menepisnya. Semoga Allah SWT melindungi kita semua,” ujar Najibullah Khan kepada Associated Press.
Ledakan bom bunuh diri meluluhlantakkan Masjid Khalifa Aga Gul Jan Jumat lalu (29/4) yang sedang dipadati warga yang sholat Jumat terakhir di bulan Ramadan ini. Sedikitnya 10 orang tewas dan 20 lainnya luka-luka.
Sehari sebelumnya ledakan menghantam dua kendaraan penumpang di kota Mazar-e-Sharif, di utara Afghanistan, menewaskan sedikitnya sembilan orang. ISIS-Khorasan mengklaim tanggungjawab sebagai pihak yang merencanakan bom yang membunuh warga Hazara-Afghanistan itu. Sementara pekan lalu sebuah bom meledak di saat sholat Jumat di masjid kota Kunduz, menewaskan 33 jemaah. [em/jm]