Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengungkapkan masih terdapat 3.090 desa di Indonesia yang masih mengandalkan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE) untuk untuk penerangan listriknya. Umumnya desa-desa itu berada di daerah terdepan, terluar, tertinggal dan wilayah Transmigrasi (4T). Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan desa-desa itu memerlukan pasokan listrik yang lebih andal dan berkelanjutan yang di antaranya melalui pembangunan pembangkit listrik berdasarkan potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang berada di wilayah tersebut.
“Meskipun rasio elektrifikasi nasional kita sudah mencapai 99,2 persen, masih menyisakan sekitar 0,8 persen masyarakat yang belum menikmati listrik. Masih terdapat desa yang masih gelap gulita,” kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif dalam Seminar Nasional bertema Peran "Patriot Energi" dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan di Indonesia, Senin (29/8).
"Patriot Energi" adalah program pemberdayaan di bawah KESDM yang pada 2021 menugaskan seratus sarjana muda ke daerah 4T untuk mengidentifikasi potensi sumber energi listrik sehingga dapat mengupayakan energinya secara mandiri.
Dalam sepuluh bulan terakhir, program itu telah melakukan prastudi kelayakan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Home Solar System di 98 desa di 33 kabupaten yang berada di 13 provinsi di bagian tengah dan timur Indonesia.
“Kami harapkan hasil pre-feasibility Study tersebut dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, pihak swasta maupun Kementerian ESDM untuk membangun pembangkit energi terbarukan, khususnya bagi masyarakat di daerah 4T yang sampai saat ini masih belum merasakan listrik,” harap Arifin Tasrif.
Miqdad Fadhil Muhammad, peserta "Patriot Energi" yang berada di Kampung Padua, Distrik Ilwayab, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua mengungkapkan listrik di kampung itu baru tersedia untuk enam jam sehari yang bersumber dari pembangkit listrik generator set atau genset.
“Kalau kita di kota, 24 jam rasakan listrik, tapi masyarakat di kampung ini hanya maksimal mungkin dari jam enam sore sampai jam dua belas malam,” kata Migdad, alumni Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dikatakannya Bantuan pemerintah berupa Alat Penyalur Daya Listrik (APDAL) di kampung itu belum dapat difungsikan karena masih menunggu peralatan SPEL (Stasiun Pengisian Energi Listrik). APDAL adalah piranti penyimpan dan penyalur listrik berbasis baterai yang dapat diisi ulang.
Potensi EBT di Indonesia
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana menjelaskan Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 3.686 Gigawatt (GW) yang bersumber dari energi surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut. Hingga Juni 2022, baru 0,3 persen atau 11.612 Megawatt (MW) dari total potensi itu yang dimanfaatkan, sehingga peluang pengembangan EBT sangat terbuka, terlebih didukung isu lingkungan, perubahan iklim dan peningkatan konsumsi listrik per kapita.
“Kita negara yang sangat kaya terkait dengan potensi EBT-nya. Selain kita kaya, kayanya itu juga tidak kaya dari sisi besar, tapi juga kaya dari sisi jenis, jadi besar dan beragam. Ini juga berlokasi hampir adil di seluruh wilayah tanah air kita,” jelas Dadan.
Menurutnya, potensi EBT yang bersumber dari energi hidro tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara dan Papua. Potensi energi surya terutama di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Riau memiliki radiasi lebih tinggi.
Potensi energi angin dengan kecepatan di atas 6 meter per detik terdapat di NTT, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Aceh dan Papua. Sedangkan potensi panas bumi tersebar di kawasan cincin api meliputi Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku. [yl/ka]
Forum