Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pelucutan senjata nuklir di dunia harus terus menjadi prioritas bersama menyusul banyaknya negara yang ternyata memiliki senjata tersebut hingga mencapai 13.000 buah. Jumlah yang cukup banyak tersebut disebut Retno sebagai ancaman nyata bagi kehidupan manusia.
Dalam pertemuan tingkat tinggi untuk memperingati sekaligus mempromosikan Hari Internasional untuk Pelucutan Senjata Nuklir, Minggu (26/9) di New York, Amerika Serikat (AS), Retno juga menggarisbawahi perlunya mekanisme pelucutan senjata global yang harus terus diperkuat. Selain itu, pemanfaatan energi nuklir untuk keperluan damai juga harus terus dikedepankan.
"Apalagi saat ini terdapat lebih dari 13 ribu senjata nuklir di dunia dan negara-negara memiliki senjata nuklir terus melakukan modernisasi persenjataan nuklir mereka," tukas Retno.
“Situasi ini menambah keprihatinan Indonesia karena lambat dan kurangnya komitmen dalam upaya perlucutan senjata nuklir,” lanjutnya, sebagaimana dikutip dari rilis yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri.
Peringatan Hari Internasional untuk Perlucutan Senjata Nuklir dilakukan untuk mendorong seluruh negara berkekuatan nuklir melaksanakan komitmen untuk menghapus senjata nuklir mereka, serta bekerja sama dalam memastikan hak setiap negara dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai.
Konferensi ini merupakan pertemuan tahunan merupakan mandat dari Resolusi majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa disahkan pada 2013, yang diajukan Indonesia atas nama Gerakan Non-Blok.
Kekhawatiran Penggunaan Nuklir
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah kepada VOA, Selasa (27/9), menjelaskan kekhawatiran Jakarta dapat dimaklumi karena Indonesia dan ASEAN selalu berpikir bagaimana caranya agar dunia bebas dari senjata nuklir.
"Tapi kan dunia saat ini sedang ketakutan karena di Asia Timur seringkali ada uji coba peluru kendali. Kalau uji coba peluru kendali berhasil, itu bisa digunakan untuk memuat senjata nuklir walaupun pihak yang melakukan mengatakan tidak akan lakukan itu. Tapi pelakunya punya energi itu (nuklir)," ujar Rezasyah.
Kekhawatiran semakin bertambah, lanjutnya, ketika Presiden Rusia Vladimir Putin sempat mengancam akan menggunakan senjata nuklir untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mengacaukan Rusia.
Rezasyah menegaskan energi nuklir idealnya dipakai untuk tujuan damai, misalnya untuk kesehatan, pertanian, dan energi.
Menurutnya, Indonesia dan ASEAN bisa saja mewujudkan kawasan bebas senjata nuklir, tetapi tidak ada jaminan di kawasan lain hal itu bisa terlaksana. Sebab dunia adalah lingkungan yang sulit dipercaya dan bergerak dengan sangat cepat.
Dia mencontohkan kesepakatan AUKUS (Australia, Inggris, dan AS) menyebabkan Australia bisa memiliki program kapal selam bertenaga nuklir dan akan beredar di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara.
Rezasyah mengatakan perlunya penguatan dua sistem internasional, yakni di bidang energi atom internasional dan perjanjian non-proliferasi senjata nuklir atau NPT.
Pengawasan terhadap nuklir, lanjutnya, harus dibuat sangat ketat dan terprogram sehingga tidak ada negara-negara yang mempunyai senjata nuklir yang saling mengancam. Pasalnya dampak langsung penggunaan senjata nuklir adalah kepunahan umat manusia.
Selain itu, menurut dia, perlu adanya sistem internasional yang memastikan laboratorium-laboratorium nuklir di dunia digunakan untuk kepentingan damai bukan untuk tujuan perang. Mekanisme inspeksi oleh Badan Tenaga Atom Internasional atau IAEA harus dilakukan secara adil terhadap semua laboratorium nuklir. Dia mencontohkan IAEA belum pernah memeriksa fasilitas nuklir milik Israel dan Korea Utara, hanya getol menginspeksi reaktor nuklir kepunyaan Iran.
Pergeseran Isu Nuklir
Sementara itu, Nanto Sriyanto, pengamat hubungan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan isu nuklir memang mengalami pergeseran dari era sebelum Perang Dunia Kedua hingga sekarang. Awalnya, nuklir digunakan sebagai senjata pamungkas dan sebagai alat tawar untuk berebut pengaruh antara Amerika dan Uni Soviet.
Namun, sehabis Perang Dingin, lanjutnya, nuklir sempat digunakan sebagai ancaman. Penggunaan nuklir bisa beragam dan itu bisa sangat menakutkan.
"Nuklir itu menjadi semakin mengerikan ketika dia tidak dikontrol dan banyak dimiliki oleh negara-negara lain. Makanya di dunia ini ada namanya rezim NPT. Artinya nuklirnya sebaiknya dimiliki segelintir negara walaupun tujuannya bukan semakin eksklusif tapi lebih mengontrol," ujar Nanto.
Nanto menambahkan pelaksanaan aturan pembatasan teknologi nuklir perlu diperkuat karena nuklir memiliki dua kegunaan, yaitu menghasilkan energi listrik dan penggunaan militer dengan kekuatan penghancur yang sangat masif. Namun, NPT sebagai sebuah rezim menjadi alat permainan politik sejumlah negara besar.
Dia menambahkan polarisasi dunia mempengaruhi penyebaran teknologi nuklir selain juga ambisi domestik sebuah negara.
Saat ini terdapat sembilan negara memiliki senjata nuklir, yakni Amerika, Rusia, Inggris, Prancis, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara. [fw/ah]
Forum