Pemerintah Indonesia dan sejumlah negara seperti Palestina, Amerika Serikat, Jerman, dan China, serta sejumlah negara Arab, seperti Arab Saudi, Yordania, dan Uni Emirat Arab, mengutuk kunjungan yang dilakukan Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa, Selasa (3/1).
Dalam pembicaraan telepon dengan Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant, Menteri Pertahanan Amerika Lloyd Austin menegaskan sangat penting bagi pemerintah Israel untuk menghindari kebijakan-kebijakan yang bisa mengancam stabilitas dan keamanan di Tepi Barat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada VOA, Kamis (5/1) menjelaskan lawatan Ben Gvir tersebut merupakan provokasi yang bisa memicu ketegangan dan siklus kekerasan baru.
"Saya rasa tidak hanya dengan Palestina, karena umat muslim pada umumnya melihat Al-Aqsa sebagai tempat yang sakral. Dengan demikian bisa dibayangkan apabila hal-hal seperti ini masih berlanjut, tentunya akan timbul reaksi di berbagai masyarakat, atau kantong-kantong masyarakat muslim pada umumnya," kata Faizasyah.
Karena itu, katanya, Indonesia mendesak agar proses perdamaian berdasarkan prinsip solusi dua negara digulirkan kembali. Dia menambahkan solusi dua negara sudah memiliki jalur pembahasan, yakni melalui fasilitasi beberapa negara besar atau proses di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Faizasyah menekankan pemerintah akan terus mengupayakan agar perhatian masyarakat internasional terhadap isu Palestina tidak pudar.
Selain mengutuk kunjungan Ben Gvir ke Al-Aqsa dan mendesak bergulirnya lagi proses perdamaian Palestina-Israel, Kementerian Luar Negeri dalam siaran persnya kemarin menyatakan Indonesia menyerukan Israel untuk menghormati status quo yang sudah disepakati bersama dan menghindari aksi dan provokasi yang mencederai tempat-tempat suci di Yerusalem.
Indonesia menyerukan pula kepada masyarakat internasional, khususnya PBB, untuk terus mendesak Israel agar menghentikan segala tindakan yang dapat mempengaruhi stabilitas dan keamanan di kawasan.
Kedatangan Ben-Gvir Picu Kemarahan Dunia Muslim
Kunjungan itu tidak saja dikecam dunia Muslim, tetapi juga negara-negara sekutu Israel.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh mengutuk kunjungan tersebut, dan menyebutnya sebagai “tantangan serius bagi emosi semua rakyat Palestina.”
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menjelaskan lawatan Ben Gvir itu memang dianggap tindakan yang provokatif, dan mengundang reaksi sangat keras dari berbagai pihak, terutama rakyat Palestina.
"Posisi Al-Aqsa yang dianggap pada saat ini status quo di mana tidak boleh ada sebuah kegiatan berkaitan dengan penggunaan Masjid Al-Aqsa untuk komunitas non-muslim. Dalam hal ini orang-orang Yahudi tidak diperbolehkan beribadah di tempat itu karena itu sebagai tempat suci," ujar Yon.
Hanya saja, lanjutnya, ada semacam keyakinan tentang Bukit Bait yang pernah berdiri sebelum ada Masjid Al-Aqsa, sehingga kelompok Yahudi garis keras selalu berusaha masuk ke sana.
Yon menilai kunjungan Ben Gvir ke Al-Aqsa merupakan isyarat bahwa ada semacam lampu hijau bagi kaum Yahudi garis keras untuk memaksakan diri memasuki kompleks Al-Aqsa. Hal ini tentu akan menimbulkan reaasi yang sangat besar, terutama dari Hamas yang menyatakan bahwa lawatan tersebut bisa memicu konflik militer.
Ia mengatakan, jika ketegangan yang terjadi itu tidak segera dinetralisir, konflik bersenjata bisa kembali terjadi. Apalagi, katanya, jika kunjungan Ben Gvir itu diikuti oleh rombongan peziarah Yahudi dalam jumlah besar yang memaksa masuk ke Al-Aqsa.
Yon mengharapkan Perdana Menteri Israel segera memberi penjelasan terkait kunjungan Ben Gvir ke Al-Aqsa. Jika tidak ada penjelasan, katanya, berarti ada persetujuan dari Netanyahu terhadap tindakan Ben Gvir.
Dia menegaskan dukungan terhadap Israel akan semakin melemah jika provokasi itu berujung pada timbulnya konflik bersenjata baru dengan Palestina. Bahkan, katanya, aksi Israel ini dapat mendorong masyarakat internasional yang pro-Palestina untuk berkonsolidasi. Jika suara dunia internasional bulat, menurut Yon, Israel akan dengan mudah dipaksa kembali ke meja perundingan untuk menyelesaikan solusi dua negara. Apalagi Yon melihat, saat ini pemerintahan Amerika di bawah Presiden Joe Biden relatif kurang mendukung Israel.
Kunjungan Ben Gvir ke bekas kiblat pertama umat Islam itu adalah lawatan perdana anggota kabinet Israel dalam satu dasawarsa terakhir, setelah Menteri Keamanan Dalam Negeri Yitzhak Aharonovitch bersama Menteri Luar Negeri Avigdor Lieberman datang ke Al-Aqsa pada 2013.
Sebelum menjadi menteri, Ben Gvir pernah beberapa kali mengunjungi Al-Aqsa. Kunjungan itu berlangsung sejak ia menjadi anggota Knesset (parlemen Israel) pada April 2021.
Lawatan yang dilakukan politikus sayap kanan Ariel Sharon pada 2000, yang kemudian menjadi perdana menteri, menyebabkan pecahnya intifadah kedua yang berakhir pada 2005.
Kunjungan ke Al-Aqsa dibatasi dan mereka tidak diperkenankan untuk beribadah atau berdoa selama di sana. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, polisi Israel sering mengawal rombongan Yahudi yang melawat ke sana dan membiarkan mereka berdoa secara diam-diam.
Ben-Gvir, yang datang dengan pengawalan ketat aparat keamanan, mengatakan alasan kedatangannya adalah untuk menunjukkan “pemerintah Israel tidak akan menyerah kepada organisasi pembunuh, kepada organisasi teroris yang keji. Temple Mount adalah tempat paling penting bagi rakyat Israel," jelasnya.
"Temple Mount terbuka untuk semua, Muslim dan Kristen datang ke sini, dan ya juga orang Yahudi. Dalam pemerintahan di mana saya juga anggotanya, tidak akan ada diskriminasi dan orang Yahudi akan datang dan mengunjungi Temple Mount. Kami menjelaskan kepada Hamas bahwa kami tidak menyerah, kami tidak menyerah, kami tidak gentar,” lanjutnya. [em/ah]
Forum