Dewan Keamanan (DK) PBB pada Senin (25/3) menuntut gencatan senjata segera antara Israel dan kelompok militan Palestina, Hamas. Mereka juga menuntut dibebaskannya seluruh sandera segera dan tanpa syarat. Tuntutan disampaikan setelah Amerika Serikat memilih abstain dalam pemungutan suara untuk resolusi tersebut.
Dalam pemungutan suara, 14 negara lainnya mendukung resolusi itu, yang diajukan 10 negara anggota tidak tetap DK PBB.
Sebelumnya, AS menolak istilah “gencatan senjata” dalam perang di Jalur Gaza yang sudah berlangsung hampir enam bulan. AS juga menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel, sekutu dekat AS, dalam upaya mereka membalas serangan Hamas pada 7 Oktober, yang Israel sebut telah menewaskan 1.200 orang. Israel juga mengatakan Hamas menculik 253 orang pada serangan 7 Oktober.
Namun, di tengah meningkatnya tekanan global untuk mencapai gencatan senjata dalam perang yang telah menewaskan lebih dari 32.000 warga Palestina itu, AS akhirnya bersikap abstain pada Senin (25/3) sehingga memungkinkan DK PBB menuntut gencatan senjata segera selama bulan Ramadan, yang akan berakhir dua minggu lagi.
“Resolusi ini secara jelas menyatakan bahwa selama bulan Ramadan, kita harus kembali berkomitmen pada perdamaian. Hamas dapat mewujudkannya dengan menerima kesepakatan yang telah ditawarkan—gencatan senjata dapat segera dimulai dengan pembebasan sandera pertama. Jadi kita harus menekan Hamas untuk melakukannya. Ini adalah satu-satunya jalan untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera, seperti yang kita semua serukan hari ini,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.
Resolusi DK PBB itu juga “menekankan mendesaknya kebutuhan untuk meningkatkan aliran bantuan kemanusiaan ke, dan perlindungan terhadap warga sipil di, seluruh Jalur Gaza. DK PBB menegaskan kembali tuntutan untuk mencabut semua penghalang dalam penyaluran bantuan kemanusiaan dalam skala besar.”
AS sudah memveto tiga draf resolusi DK PBB terkait perang di Gaza. AS juga telah dua kali menyatakan abstain, sehingga memungkinkan DK PBB menyetujui sejumlah resolusi untuk meningkatkan bantuan ke Gaza dan menyerukan perpanjangan jeda pertempuran.
Rusia dan China juga telah memveto dua draf resolusi AS terkait konflik itu pada Oktober dan Jumat (22/3) lalu.
Menanggapi hasil pemungutan suara, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak diterapkannya resolusi pertama DK PBB.
“Resolusi ini harus dilaksanakan. Kegagalan menerapkannya tidak akan bisa dimaafkan,” kata Guterres di akun media sosial X.
Hamas menyampaikan pada Senin (25/3) bahwa mereka menyambut baik resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, dan bahwa mereka siap untuk melakukan pertukaran tahanan dengan Israel.
Israel Batal Kirim Delegasi ke Washington
Menurut laporan sejumlah media Israel, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa dirinya membatalkan rencana mengirim delegasi ke Washington apabila AS tidak memveto resolusi itu.
Satu delegasi tingkat tinggi sebelumnya akan bertolak ke Washington untuk mendiskusikan rencana operasi militer Israel di kota Rafah, Gaza selatan.
Pemimpin oposisi parlemen Israel, Yair Lapid, menuding Netanyahu berupaya mengalihkan perhatian dari keretakan dalam koalisinya terkait RUU wajib militer dengan mengorbankan hubungan Israel dengan AS.
“Ini adalah sikap tidak bertanggung jawab yang mengejutkan dari seorang perdana menteri yang telah kehilangan akal sehatnya,” kata Lapid dalam pernyataannya di media sosial X.
Pihak Gedung Putih mengatakan AS sangat kecewa dengan pembatalan rencana kunjungan delegasi Israel tersebut.
“Kami sangat kecewa mereka tidak datang ke Washington, D.C., untuk berdiskusi dengan kami soal alternatif yang tepat atas rencana serangan darat di Rafah,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby kepada para wartawan.
Namun, Kirby menegaskan bahwa pemungutan suara itu “tidak merepresentasikan adanya perubahan dalam kebijakan kami.” Ia mengatakan bahwa AS abstain karena teks resolusi tersebut tidak mencantumkan kecaman terhadap Hamas.
Israel: Kami Tak Punya Hak Moral untuk Hentikan Perang
Meski Netanyahu batal mengirim delegasinya, juru bicara Pentagon, Mayor Jenderal Pat Ryder, menyatakan rencana kunjungan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant ke Washington tetap direalisasikan dan akan berlangsung di Pentagon pada Selasa (26/3).
Gallant dalam sebuah pernyataan menyebut bahwa ia akan menekankan “pentingnya menghancurkan Hamas dan memulangkan para sandera”.
“Kami akan beroperasi melawan Hamas di mana pun—termasuk di wilayah-wilayah yang belum pernah kami jangkau,” katanya. “Kami tidak punya hak moral untuk mengakhiri perang di Gaza sampai kami membebaskan semua sandera. Kalau kami tidak memperoleh hasil yang jelas dan konkret di Gaza, itu mungkin membawa kami semakin dekat pada perang di utara.” [br/ka]
Forum