Puluhan ribu warga Israel berkumpul di luar gedung parlemen di Yerusalem pada hari Minggu (31/3) dalam demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak perang yang dilancarkan negara itu terhadap kelompok militan Hamas pada 7 Oktober lalu. Mereka mendesak pemerintah untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata guna membebaskan puluhan sandera yang masih ditahan oleh Hamas di Gaza dan mengadakan pemilihan umum dini.
Masyarakat Israel secara luas bersatu tak lama setelah 7 Oktober, ketika Hamas membunuh sekitar 1.200 orang dalam sebuah serangan lintas batas dan menyandera 250 orang lainnya. Konflik selama hampir enam bulan ini telah menimbulkan perpecahan baru di kalangan pemerintah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, meskipun sebagian besar rakyat Israel tetap mendukung perang.
Netanyahu telah bersumpah untuk menghancurkan Hamas dan membawa pulang semua sandera, namun yang sulit dipahami adalah bagaimana mungkin Hamas masih tetap utuh meski telah dibombardir serangan Israel selama lebih dari enam bulan?
Sekitar separuh dari sandera di Gaza dibebaskan selama gencatan senjata selama satu minggu pada bulan November lalu. Namun upaya mediator internasional untuk membawa pulang sisa sandera telah gagal. Pembicaraan dilanjutkan pada hari Minggu dengan sedikit harapan akan adanya terobosan. Keluarga para sandera percaya bahwa waktu hampir habis.
"Kami percaya dengan keberadaan pemerintahan ini, tidak akan ada sandera yang kembali karena mereka sibuk menempatkan tongkat (kekuasaan) di roda negosiasi untuk para sandera," kata Boaz Atzili. Dua sepupu Boaz, yaitu Aviv Atlizi dan istrinya, Liat, diculik pada tanggal 7 Oktober. Liat dibebaskan, namun Aviv dibunuh, dan jasadnya masih ditahan berada di Gaza. "Netanyahu hanya bekerja untuk kepentingan pribadinya,” tambah Boaz.
Netanyahu Dinilai Rusak Hubungan dengan AS
Para pengunjuk rasa menyalahkan Netanyahu atas kegagalannya mencegah serangan pada 7 Oktober, dan mengatakan bahwa perpecahan politik yang mendalam atas upaya perombakan peradilan tahun lalu telah melemahkan Israel menjelang serangan tersebut. Sebagian pihak lainnya menuduhnya telah merusak hubungan dengan Amerika, sekutu terpenting Israel. Netanyahu juga menghadapi serangkaian tuduhan korupsi yang perlahan-lahan mulai diproses di pengadilan. Para kritikus mengatakan keputusan-keputusannya tampaknya berfokus pada kelangsungan hidup politik daripada kepentingan nasional.
Banyak keluarga para sandera telah menahan diri untuk tidak mengecam Netanyahu secara terbuka untuk menghindari permusuhan dengan sang pemimpin dan menjadikan penderitaan para sandera sebagai isu politik. Namun, beberapa di antaranya kini ingin mengubah haluan.
Kerumunan massa pada hari Minggu berada di sekitar gedung Knesset, atau gedung parlemen, dan para penyelenggara bersumpah untuk melanjutkan demonstrasi selama beberapa hari. Mereka mendesak pemerintah untuk mengadakan pemilihan umum baru, hampir dua tahun lebih cepat dari jadwal. Ribuan orang juga berdemonstrasi di Tel Aviv.
Netanyahu: Pemilu Baru akan Lumpuhkan Israel 6-8 Bulan
Netanyahu, dalam pidato yang disiarkan secara nasional di televisi sebelum menjalani operasi hernia pada hari Minggu, mengatakan ia memahami rasa sakit yang dirasakan oleh para keluarga. Namun melangsungkan pemilu baru menurutnya, akan melumpuhkan Israel selama 6-8 bulan, dan mengulur-ulur pembicaraan tentang sandera.
Koalisi pemerintahan Netanyahu tampaknya akan tetap kokoh. Bahkan jika ia digulingkan sekali pun, maka saingan utamanya, Benny Gantz, adalah anggota kabinet perang dan kemungkinan besar akan meneruskan banyak kebijakannya.
Dalam pidatonya pada hari Minggu, Netanyahu juga mengulangi sumpahnya untuk melakukan serangan darat militer ke Rafah, kota di bagian paling selatan Gaza di mana lebih dari separuh penduduk 2,3 juta jiwa sekarang berlindung setelah melarikan diri dari pertempuran di tempat lain. "
Tidak ada kemenangan tanpa masuk ke Rafah," katanya, seraya menambahkan bahwa tekanan AS tidak akan menggoyahkannya. [em/jm]
Forum