Demonstran pro-Palestina telah berusaha keras. Namun, mereka tidak berhasil mengubah dukungan Kamala Harris untuk Israel. Mereka mengatakan akan terus berusaha mengajukan syarat-syarat bantuan militer AS ke Israel.
Dalam pidato penerimaannya sebagai calon presiden partai, Kamala Harris menggarisbawahi dukungan itu, bahkan saat ia menegaskan hak-hak Palestina.
“Presiden Biden dan saya berupaya mengakhiri perang ini supaya Israel aman, para sandera dibebaskan, penderitaan di Gaza berakhir, dan rakyat Palestina dapat mewujudkan hak mereka atas martabat, keamanan, kebebasan, dan penentuan nasib sendiri.”
Seruan untuk embargo senjata tidak dihiraukan. Platform atau program yang disetujui oleh partai pada hari Senin menyatakan kembali dukungan untuk Israel, kesepakatan gencatan senjata untuk pembebasan sandera, dan solusi dua negara.
Harris lebih vokal dalam melindungi kehidupan warga Palestina. Namun, para ajudannya, baik yang terdahulu maupun yang kini masih aktif, mengatakan kebijakan Israelnya tidak mungkin menyimpang dari kebijakan Presiden Joe Biden.
Halie Soifer adalah CEO Dewan Demokratik Yahudi Amerika. Dia menyatakan, “Saya adalah penasihat keamanan nasionalnya di Senat. Saya tahu bahwa dia adalah pendukung setia hubungan AS-Israel karena itu adalah kepentingan keamanan nasional kita.”
Kebijakan luar negeri ditentukan oleh lebih dari sekadar opini publik, bahkan ketika jajak pendapat menunjukkan semakin banyak orang Amerika menginginkan para pemimpin mereka untuk mengurangi dukungan bagi Israel.
Selama konvensi, 270 delegasi menuntut agar Harris mensyaratkan bantuan untuk Israel jika dia terpilih. Penggerak gerakan ini adalah tiga puluh delegasi yang tidak berkomitmen yang telah menahan suara mereka untuknya. Jumlah itu sangat kecil, kurang dari satu persen, dan dia masih dicalonkan dengan suara mayoritas.
Delegasi yang tidak berkomitmen mengatakan mereka tidak berkecil hati.
Inga Gibson, seorang anggota delegasi yang tidak berkomitmen dari Hawaii, mengatakan, “Saya menemukan bahwa banyak orang benar-benar bersama kami dalam masalah ini, tetapi mereka tidak tahu harus mulai dari mana atau bagaimana mereka bisa terlibat. Saya merasa kita telah membuat kemajuan yang luar biasa.”
Gaza adalah salah satu isu yang tidak disetujui oleh Partai Demokrat. Delegasi pro-Palestina tidak senang karena pembicara mereka hanya diberi kesempatan untuk berbicara di sela-sela acara, tidak seperti orang tua dari seorang sandera Amerika yang ditawan oleh Hamas, yang menyampaikan pidato di konvensi.
Delegasi pro-Israel mengatakan bahwa isu tersebut seharusnya tidak menciptakan perpecahan dalam partai, seperti disampaikan oleh Andrew Lachman, anggota delegasi dari California.
“Kita semua prihatin dengan warga sipil Gaza, tetapi kita juga prihatin dengan orang-orang Israel dan keselamatan serta keamanan mereka.”
Para pakar gerakan sosial mengatakan bahwa butuh waktu dan kerja keras untuk mengubah protes menjadi agenda, seperti disampaikan oleh Elisabeth Clemens, sosiolog dari Universitas Chicago, yang berbicara dengan VOA melalui Skype.
“Melalui upaya membangun koalisi dan akhirnya bernegosiasi dan berkompromi serta menemukan jalan ke depan yang hampir tidak pernah sampai ke tempat yang diharapkan oleh para pengunjuk rasa, tetapi tetap merupakan perubahan penting,” kata Clemens.
Layla Elabed dari Uncommitted National Movement, sebuah gerakan nasional tidak berkomitmen (untuk memberikan suara kepada calon tertentu), mengatakan mereka akan melakukan upaya demikian untuk jangka panjang.
“Strategi kami bukanlah meninggalkan Partai Demokrat, tetapi pada dasarnya merevolusi Partai Demokrat dan mendengarkan basis intinya,” tukasnya.
Pragmatisme adalah kuncinya, kata Jaksa Agung Minnesota Keith Ellison, seorang Muslim dan bersimpati terhadap perjuangan Palestina.
“Anda harus menang untuk berkuasa. Harris, jumlah (dukungannya) meningkat di mana-mana. Peluang keberhasilannya lebih tinggi.”
Jadi meskipun tuntutan mereka tidak ada yang dipenuhi, delegasi pro-Palestina mengatakan mereka bertekad untuk memperjuangkan tujuan mereka. [lt/ab]
Forum