Tautan-tautan Akses

Haiti, Israel Duduki Peringkat Terburuk terkait Kasus Pembunuhan Jurnalis


Janda dari Hamza Wael Dahdouh, seorang jurnalis jaringan televisi Al Jazeera, berduka memeluk jasadnya saat pemakamannya, setelah ia dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza (foto: dok).
Janda dari Hamza Wael Dahdouh, seorang jurnalis jaringan televisi Al Jazeera, berduka memeluk jasadnya saat pemakamannya, setelah ia dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza (foto: dok).

Haiti dan Israel menduduki peringkat terburuk di dunia dalam hal membiarkan pembunuh jurnalis bebas tanpa hukuman, menurut sebuah laporan yang diterbitkan Rabu (30/10).

Laporan tahunan dari Komite Perlindungan Jurnalis (Committee to Protect Journalists atau CPJ) yang berpusat di New York, melacak impunitas dalam kasus pembunuhan jurnalis di seluruh dunia selama dekade terakhir. Hampir 80% kasus pembunuhan jurnalis di seluruh dunia masih belum terpecahkan, kata laporan itu.

“Jika pembunuh jurnalis tidak dihukum, maka itu menciptakan lingkungan di mana jurnalis lain dapat diserang,” kata CEO CPJ, Jodie Ginsberg, kepada VOA. “Itu menciptakan lingkungan di mana serangan terhadap jurnalis terasa seperti kasus yang boleh dilakukan.”

Indeks impunitas CPJ secara khusus melacak kapan jurnalis dibunuh yang berhubungan langsung dengan pekerjaan mereka. Indeks ini mengukur jumlah pembunuhan jurnalis yang belum terpecahkan dibanding jumlah populasi negara bersangkutan.

Tahun ini menandai pertama kalinya Israel muncul dalam indeks tersebut setelah gagal meminta pertanggungjawaban siapa pun atas apa yang CPJ klasifikasikan sebagai pembunuhan terarah terhadap lima jurnalis di Gaza dan Lebanon oleh militer Israel selama setahun terakhir, selain tiga pembunuhan terarah lainnya yang terjadi sebelum perang dimulai.

CPJ sedang menyelidiki kemungkinan pembunuhan terarah terhadap 10 jurnalis lainnya dalam perang Israel-Hamas, kata laporan tersebut.

Sementara CPJ telah mengonfirmasi bahwa lima pembunuhan jurnalis dalam perang Israel-Hamas merupakan pembunuhan terarah, hingga 30 Oktober, kelompok kebebasan pers tersebut telah mendokumentasikan sedikitnya 134 pembunuhan jurnalis dan pekerja media sejak perang dimulai.

Impunitas dalam pembunuhan jurnalis merupakan masalah yang mengakar di Israel, menurut Ginsberg.

Kementerian luar negeri dan militer Israel tidak segera membalas email VOA yang meminta komentar. Israel sebelumnya membantah telah menargetkan jurnalis.

Sementara itu, tahun ini menandai kedua kalinya Haiti masuk dalam indeks impunitas dan pertama kalinya berada di posisi teratas.

Status Haiti sebagai negara yang tidak berfungsi dengan kekerasan geng yang parah, ketidakstabilan politik, dan sistem peradilan yang lemah membantu menjelaskan mengapa impunitas dalam pembunuhan jurnalis merupakan masalah yang sangat serius, menurut laporan tersebut. CPJ telah mendokumentasikan tujuh pembunuhan jurnalis di negara di kawasan Karibia itu selama dekade terakhir.

Kedutaan Besar Haiti di Washington belum membalas email VOA yang meminta komentar tentang kasus-kasus pembunuhan tersebut.

Sebagian besar negara lain dalam indeks tahun ini telah ada di dalamnya selama lebih dari satu dekade.

Somalia, yang berada di peringkat ketiga tahun ini dengan sembilan pembunuhan yang belum terpecahkan, telah ada dalam indeks impunitas selama 17 tahun.

Suriah dan Sudan Selatan menempati posisi lima pelanggar terburuk tahun 2024. Diikuti oleh Afghanistan, yang telah ada dalam indeks selama total 16 tahun, dengan 18 pembunuhan yang belum terpecahkan selama dekade terakhir.

Di posisi ketujuh adalah Irak, dengan 11 pembunuhan yang belum terpecahkan, diikuti oleh Meksiko, dengan 21, dan Filipina, dengan 18. Ketiga negara tersebut — ditambah Pakistan dan India — telah masuk dalam indeks tersebut sejak dimulainya hampir dua dekade lalu.

Selain Israel dan Haiti, Myanmar adalah satu-satunya negara lain yang telah masuk dalam indeks tersebut selama kurang dari satu dekade. Negara di Asia Tenggara itu telah masuk dalam daftar tersebut sejak 2022.

CPJ mendokumentasikan tiga pembunuhan jurnalis yang ditargetkan di Myanmar pada tahun 2024 saja, yang menandai tahun ini sebagai tahun terburuk dalam hal impunitas di Myanmar yang pernah tercatat. Negara tersebut berada di peringkat ke-10 dalam indeks tersebut.

Dari total delapan pembunuhan jurnalis yang belum terpecahkan di Myanmar selama dekade terakhir, tujuh di antaranya terjadi setelah militer negara itu melancarkan kudeta pada tahun 2021. Negara tersebut telah dilanda perang saudara sejak saat itu.

Setelah Myanmar adalah Brazil, yang telah masuk dalam daftar tersebut selama 15 tahun. Ada 10 pembunuhan di negara itu yang belum terpecahkan. Pakistan dan India melengkapi daftar tersebut, dengan masing-masing delapan dan 19 pembunuhan yang belum terpecahkan.

Tahun ini merupakan tahun yang sangat mematikan bagi jurnalis di Pakistan. CPJ telah mengonfirmasi bahwa setidaknya dua jurnalis Pakistan terbunuh sebagai pembalasan langsung atas pekerjaan mereka sejauh ini pada tahun 2024. Kelompok kebebasan pers sedang menyelidiki empat kemungkinan pembunuhan terkait pekerjaan lainnya.

Pada tahun 2013, Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan tanggal 2 November sebagai Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis.

Meskipun lebih dari 10 tahun telah berlalu sejak saat itu, impunitas dalam pembunuhan jurnalis masih menjadi masalah yang meluas, menurut CPJ. [lt/aa]

Forum

XS
SM
MD
LG