Sebagian besar kecaman itu datang dari kantor-kantor media yang bukan milik pemerintah, dipimpin oleh Gulf Times, media Qatar yang berbahasa Inggris.
Harian itu mengatakan Kanselir Jerman Angela Merkel oleh pengungsi Suriah dijuluki “Mama Merkel” karena keputusannya menerima lebih banyak pengungsi ke Jerman dibandingkan negara lainnya. Harian itu minggu lalu mengejek “negara-negara Teluk yang kaya” karena tidak mengeluarkan pernyataan bersama mengenai krisis itu dan tidak “mengusulkan strategi untuk membantu para migran yang sebagian besar Muslim”.
Harian itu menuduh pemerintah-pemerintah di kawasan itu menunjukkan ketidakpedulian terhadap penderitaan pengungsi Suriah.
Tidak ada pengungsi Suriah yang secara resmi dimukimkan di negara-negara Teluk Persia seperti Kuwait, Bahrain dan Uni Emirat Arab, meskipun para pejabat Teluk mengatakan sebagian warga Suriah datang dengan visa kunjungan dan menetap di negaranya. Namun, kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa mereka yang dibiarkan tinggal berasal dari keluarga-keluarga kaya dan berpengaruh.
Mengenai krisis pengungsi Suriah, harian Gulf Times mengatakan “di bagian dunia ini, kebisuan mengenai nasib pengungsi itu memualkan”.
Surat kabar itu biasanya lebih lantang dari media swasta lainnya meskipun penerbitnya Abdullah Bin Hamad Al-Attiyah adalah bekas deputi perdana menteri dan juga bekas menteri kehakiman emirat itu.
Ali Sa'd Al-Moussa dalam kolom harian Al Watan milik pemerintah Arab Saudi mengatakan menyumbang kepada dana darurat PBB saja tidak cukup.
“Eropa kini menjadi tempat tinggal 11 juta imigran Arab yang mendapat hak tinggal dan bisa mendapat kewarganegaraan, kesetaraan dan keadilan berdasarkan hukum. Semua itu tidak mereka peroleh di negaranya dan menjadi penyebab mengapa mereka lari dari negara-negara Arab asal mereka,” kata Moussa.
“Berhenti berbicara tentang kemunafikan moral dan nilai-nilai Barat, karena kenyataan hanya menunjukkan wajah kita sendiri yang buruk,” sindirnya.
Editor harian Irak. Al Mada, Adnan Hussein sepakat. Dalam sebuah artikel baru-baru ini, ia memuji “pendekatan manusiawi Eropa” khususnya ketika menyangkut sambutan Jerman dan menyerukan “Revolusi Beludru” di negara-negara Arab untuk mengubah cara berfikir mereka.