Pejabat-pejabat Afghanistan menghitung surat suara pasca pemilu presiden Sabtu lalu (28/9) yang dilangsungkan di tengah ancaman yang berulangkali disampaikan Taliban dan kekhawatiran terjadinya kerusuhan pasca-pemilu. Meski kinerja otorita pemilu dan keamanan kini jauh lebih baik, masih ada kekhawatiran bahwa ketidaksepakatan akan hasil pemilu mungkin akan kembali menimbulkan ketidakstabilan.
TPS-TPS dan kotak suara yang kosong menjadi fenomena yang ditemui VOA di ibukota Kabul dan banyak tempat lainnya hari Sabtu (28/9). Perkiraan tidak resmi menunjukkan jumlah pemilih kali ini adalah yang terendah dalam sejarah.
Ancaman ekstrem dari Taliban, ketidakpuasan dengan para kandidat dan kebingungan soal apakah pemilu yang sudah dua kali ditunda itu akan benar-benar dilaksanakan atau tidak; telah membuat kampanye yang dilakukan para kandidat tidak terlalu membuahkan hasil.
Meskipun pemilu kini sudah berhasil diselenggarakan, mengingat rekam jejak Afghanistan banyak yang khawatir akan terjadinya perselisihan hasil yang dapat memicu krisis besar.
Sebagian kandidat, seperti mantan panglima militer yang menjadi politisi Gulbuddin Hekmatyar, tampaknya sudah bersiap menghadapi skenario itu.
“Pemilu akan memicu peningkatan aksi kekerasan. Tidak ada seorang pun yang akan menerima hasil pemilu kecuali mereka yang terlibat dalam kecurangan yang kian meluas. Walhasil ini akan menimbulkan krisis,” kata Hekmatyar.
Proses penghitungan suara di Afghanistan sangat panjang. Kotak-kotak suara telah tiba dari beberapa lokasi yang sangat jauh, dengan hanya sedikit atau bahkan tidak ada jaringan komunikasi sama sekali. Hasil penghitungan sementara diperkirakan baru diketahui beberapa minggu lagi. Baru setelah itu muncul keluhan.
Sekjen Komisi Pemilu Afghanistan Habibur Rehman mengatakan, “Aturannya sangat jelas. Jika terjadi kecurangan, kandidat dan para pengikutnya dapat datang ke Komisi Pengaduan Pemilu dan mendaftarkan pengaduannya. Komisi ini akan memutuskannya, dan kami berkomitmen untuk mematuhi keputusan tersebut.”
Meskipun telah diperkenalkan sistem yang lebih kuat untuk menghindari terjadinya kecurangan, termasuk dengan mengambil sidik jari dan foto pemilih, tuduhan-tuduhan kecurangan telah muncul dari beberapa lokasi.
Jika lebih banyak tuduhan muncul, hal ini dapat memicu malapetaka terhadap sistem yang sudah rapuh itu.
Hingga laporan ini disampaikan baik otorita pemilu, maupun keamanan, bersikeras bahwa mereka siap menghadapi skenario apapun. Semua orang berharap transisi kekuasaan ini akan berjalan mulus. Tetapi Afghanistan dikenal memiliki sejarah panjang terjadinya kekacauan pasca pemilu. (em/pp)