Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada Kamis siang, 25 Oktober 2018 memutuskan tidak memperpanjang masa Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Palu, Sigi, dan Donggala yang dijadwalkan berakhir pada 26 Oktober 2018.
Keputusan itu diambil setelah dilakukan rapat koordinasi yang melibatkan berbagai pihak terkait di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, yang kemudian menetapkan Masa Transisi Darurat Menuju Pemulihan untuk 60 hari.
Willem Rampangilei, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana kepada wartawan seusai pertemuan itu mengatakan keputusan itu diambil dengan pertimbangan bahwa situasi dan kondisi masyarakat di Palu, Sigi, dan Donggala sudah mulai membaik.
“Tanggap Darurat tidak perlu dilanjutkan karena situasi dan kondisi kehidupan masyarakat sudah membaik. Itu yang pertama. Kedua dengan tidak dilanjutkannya tanggap darurat ini adalah untuk mempercepat tahap berikutnya yaitu transisi menuju pemulihan dan kita akan masuk segera pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi,” jelasnya.
Dalam masa Transisi Darurat Menuju Pemulihan terhitung mulai tanggal 27 Oktober hingga 25 Desember, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akan melakukan perbaikan darurat terhadap fasilitas sosial dan fasilitas umum seperti puskesmas, rumah sakit, sekolah, dan pasaryang rusak. Dalam waktu yang sama pula akan dilakukan pendataan terhadap kerusakan perumahan penduduk, bangunan-bangunan milik pemerintah, fasilitas sosial, fasilitas umum dan infrastruktur jalan raya.
“Sehingga nanti dengan data itu, dengan hasil verifikasi itu maka akan di SK-kan oleh kepala daerah dalam hal ini Bupati dan Wali Kota. Dengan SK (Surat Keputusan) itu pemerintah akan memberikan bantuan. Jadi dengan demikian maka pemulihan ini akan dilakukan secepat-cepatnya sesuai dengan arahan bapak Presiden,” kata Willem Rampangilei.
William menambahkan hasil dari pendataan dan verifikasi tersebut akan menentukan nilai dari kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Sulawesi Tengah.
Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola menerangkan dalam masa Transisi Tanggap Darurat Menuju Pemulihan selama 60 hari ke depan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah akan fokus pada penataan dan pendataan pengungsi yang berada di tenda-tenda pengungsian untuk mempersiapkan peralihan ke Hunian Sementara (Huntara). Pengerjaan Huntara di Palu, Sigi, dan Donggala diharapkan sudah rampung dan telah ditempati oleh para pengungsi selambatnya pada 25 Desember 2018.
“Penanganan pengungsi yang kita mulai atur paling rapi untuk menuju ke Huntara. Disini nanti yang jadi akar masalah yang luar biasa. Mudah-mudahan nanti kalau datanya valid bagus mudah-mudahan tidak akan jadi masalah. Setelah itu tentu ada lain-lain, ada bantuan, ada logistik dan semua itu harus dijamin oleh pemerintah,” jelas Longki Djanggola.
Dijelaskan oleh Longki Djanggola, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah masih merumuskan untuk kebutuhan dana stimulan bagi warga terdampak bencana alam yang rumahnya mengalami rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan. Kebutuhan dana Stimulan bagi korban bencana alam itu nantinya akan diusulkan ke Kementerian Sosial.
“Dana stimulan itu skemanya untuk rusak berat, rusak ringan, rusak sedang, itu sementara akan dihitung dulu. Tingkat kemahalan daerah itu berbeda-beda. Kita masih rumuskan. Kita akan usulkan ke kementerian sosial,” imbuhnya.
Belasan Desa di Kulawi Masih Terisolir
Kalangan relawan kemanusiaan berharap Pemerintah dapat secepatnya membuka akses jalan darat ke wilayah Kecamatan Kulawi, Kulawi Selatan dan Pipikoro yang terputus dalam lima hari terakhir.
Rahmat Saleh dari Posko Gabungan Karanjalembah (24/10), mengatakan meskipun pasokan bahan makanan seperti beras terus dilakukan via udara dengan helikopter BNPB dan Militer, namun tidak cukup dan terbatas untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat di belasan desa terdampak, yang sebagian warga masyarakatnya masih bertahan di lokasi-lokasi pengungsian dengan tenda-tenda sederhana.
Jalur jalan darat ke wilayah itu kembali terputus akibat longsor dan badan jalan yang amblas pada Minggu (20/10) atau enam hari setelah jalan darat dibersihkan dari longsoran tanah untuk memungkinkan truk-truk bantuan kemanusiaan mengantarkan bahan makanan dan kebutuhan bagi masyarakat yang sempat terisolir pasca gempa bumi 28 September silam.
“Sebagai contoh itu desa Toro, desa Toro. Tiga hari pasca gempa itu mereka masih memberikan bantuan pangan ke saudara-saudara mereka yang di Bolapapu, Boladangko yang terdampak sangat parah tapi hari ini mereka telepon, mereka juga butuh beras padahal kemarin mereka menyumbang beras. Pipikoro yang awalnya tidak terdampak parah sekarang juga butuh beras, daerah seperti Moa yang mampu bertahan satu tahun sebelumnya untuk beras sekarang juga minta beras. Jadi, semua orang sekarang minta beras di sana. Jadi, ada 14 desa di Kulawi, delapan desa di Kulawi Selatan, kemudian 19 desa di Kecamatan Pipikoro yang terdampak parah maupun tidak terdampak sekarang semua mengeluh logistik,” kata Rahmat Saleh, Relawan Pos Gabungan Karanjalembah.
Rahmat Saleh menekankan setelah membuka akses jalan ke wilayah tersebut, maka selanjutnya juga diperlukan langkah untuk menggerakkan kembali perekonomian sehingga memungkinkan masyarakat mendapatkan uang tunai dari hasil kebun mereka. [yl/lt]