Selama sepekan ini berbagai aksi terkait kondisi Papua semakin marak di Solo Jawa Tengah. Pemkot Solo disibukkan dengan munculnya bebagai grafiti tulisan nasib Papua di beberapa lokasi. Salah seorang petugas satpol PP, Agus Setiawan, mengatakan tim mengintensifkan patroli wilayah membersihkan aksi corat-coret tersebut. Agus khawatir aksi itu memicu provokasi.
Beberapa grafiti antara lain bertuliskan “Papua Merdeka” lengkap dengan peta Papua, papar Agus.
"Kami dari satpol PP mendapat laporan warga adanya vandalisme terkait Papua. Kami merespon laporan warga dan bersama - sama menghapus vandalisme itu. Kami hanya menjalankan instruksi pimpinan untuk menjaga kondusivitas Solo,” kata Agus
Selama sepekan ini, pemkot Solo mencatat gambar dan tulisan provokasi itu ditemukan di setidaknya empat lokasi.
Belum diketahu siapa pelaku aksi grafiti itu, namun polisi masih terus melakukan penyelidikan untuk mengetahui pelaku vandalisme di Solo itu.
Kapolresta Solo, AKBP Andy Rifai, juga berdialog dengan para warga atau mahasiswa Papua di Solo. Andy berharap masyarakat tidak terprovokasi ataupun saling mencurigai.
"Saya harapkan masyarakat tidak terprovokasi. Kami sudah berkomunikasi dengan teman teman dari Papua di Solo terkait adanya isu vandalisme. Mereka merasa tidak nyaman dengan adanya vandalisme Papua itu,” kata Andy.
Andy mengimbau masyarakat untuk bijak dan pintar memilah apakah isu tersebut hanya provokatif dan bekerja sama dengan aparat untuk mencegah hal-hal tersebut.
Menurut Andy, aksi-aksi itu juga membuat warga Papua yang tinggal di Solo, baik untuk bekerja maupun bekerja, merasa tidak nyaman.
“Dengan adanya hal seperti itu tadi, dari cerita-cerita, mereka merasa tidak nyaman adanya vandalisme terkait Papua,” ujar Andy sambil menambahkan polisi mengupayakan pengejaran pelaku dan meningkatkan patrol untuk antisipasi.
Sementara itu, para mahasiswa di Solo turun ke jalan mendesak pemerintah menindak tegas pelaku rasisme yang terjadi di asrama warga Papua di Jawa Timur. Juru bicara aksi tersebut, Zikri, mendesak proses hukum pelaku rasisme yang berpotensi memecah belah kebhinekaan Indonesia.
"Kami dari mahasiswa di Solo mendesak pemerintah menindak tegas, memproses hukum, pelaku rasisme pada warga Papua. Rasisme, diskriminasi, isu agama, harus dihilangkan dari Indonesia," tegas Zikri.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP, Haryono, saat ditemui di kampus Universitas Sebelas Maret UNS Solo, pekan lalu, mengatakan perlu pikiran jernih untuk menyelesaikan kasus tersebut. Menurut Haryono, dialog atau mediasi sesama warga Indonesia yang berideologi Pancasila menjadi kunci atau solusi.
"Data yang kami peroleh, ada kecenderungan problem di Papua itu dibawa ke problem primordial. Padahal yang dituntut bukan aspek primordial, tetapi dia ingin memisahkan diri dari NKRI. Namun, berbagai aksi di daerah lain mensikapi itu dengan seolah olah itu problem etnis,” papar Haryono.
Kondisi tersebut, menurut Haryono, perlu diselesaikan dengan dialog bersama.
“Teman teman di Papua harus diajak dialog dan duduk bersama dalam konteks ke-Indonesiaan.Ada kesalahpahaman sejak awal bahwa Papua itu terpisah dari Indonesia," ujarnya. [ys/ft]