Amerika hari Minggu (5/5) mengecilkan percobaan peluncuran misil jarak dekat Korea Utara dan mengatakan masih yakin ada kemungkinan mencapai perjanjian denuklirisasi di Semenanjung Korea.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan kepada stasiun televisi Fox News bahwa serangkaian misil yang diluncurkan Korea Utara jatuh ke perairan Korea Utara dan tidak melewati negara manapun.
“Kami masih percaya ada kesempatan mencapai perjanjian dengan Korea Utara untuk mengakhiri program senjata nuklirnya, dan berharap peluncuran misil yang disaksikan pemimpin Kim Jong-un tidak akan menghalangi usaha itu,” kata Pompeo.
Pompeo juga mengatakan, AS dan Korea Utara telah saling berkomunikasi sejak gagalnya kesepakatan antara Trump dan Kim di Hanoi, ketika AS menolak keras permintaan Kim untuk melunakkan sanksi-sanksi, sebelum perjanjian lengkap untuk mengakhiri program senjata nuklir Korea Utara.
Pompeo mengatakan, jika "senjata nuklir ini dimusnahkan maka akan membuat perbedaan besar" bagi Korea Utara dalam peluang untuk memajukan ekonominya."
Presiden Trump mengatakan hari Sabtu (4/5) bahwa perjanjian dengan Kim “akan bisa dicapai.” Katanya lewat Twitter, “Kim sangat menyadari potensi ekonomi Korea Utara dan tidak akan membahayakannya. Ia juga tahu bahwa saya sepakat dengannya, dan ia tidak akan membatalkan janjinya kepada saya,” kata Trump lagi.
Namun Cynthia Warmbier, ibu Otto Warmbier, mahasiswa Amerika yang meninggal tahun 2017 setelah dipenjara berbulan-bulan di Korea, hari Jumat meragukan upaya-upaya AS untuk membuat kesepakatan dengan Korea Utara.
"Ada permainan yang berlangsung sekarang," katanya. "yang disebut diplomasi. Bagaimana kita bisa berdiplomasi dengan seseorang kalau ia tidak pernah mengatakan yang sebenarnya? Itulah yang ingin saya ketahui, saya mendukung semuanya, tetapi saya sangat skeptis”.
Warmbier menggambarkan rezim Kim “sangat jahat.”
"Sudah jelas bagi dunia bahwa kita mencurigainya," katanya tentang Kim. "Tetapi kecuali jika kita tidak tetap menekan Korea Utara, mereka tidak akan berubah, dan saya sangat khawatir bahwa kita akan melunakkan tekanan itu."
“Ini hanya sandiwara. Bagaimana kita bisa mengadakan diplomasi dengan pembohong?," pungkasnya. (ii)