AS mengatakan telah menewaskan seorang pemimpin senior ISIS di Suriah dalam serangan yang berlangsung sejak Jumat (15/5) malam sampai Sabtu (16/5), dan menyebut operasi itu sebagai “pukulan besar” terhadap kelompok militan itu. Tetapi sebagian pengamat mengatakan operasi itu mungkin tidak banyak merugikan kelompok itu.
Banyak keluarga di Irak melarikan diri dari para pejuang ISIS hari Jumat, dan mengatakan kelompok itu telah mengibarkan bendera hitam di markas polisi regional.
Dalam dua hari terakhir, ISIS telah merebut beberapa bagian Ramadi, sebuah ibukota provinsi Irak, dan dilaporkan mendekati Palmyra, sebuah kota di Suriah yang menjadi lokasi salah satu situs Warisan Dunia UNESCO yang paling penting di kawasan itu.
Hari Sabtu, koalisi yang dipimpin AS mengatakan telah menewaskan seorang pemimpin senior ISIS yang dikenal sebagai Abu Sayyaf, dan menangkap isterinya, Umm Sayyaf.
Yan St-Pierre, CEO MOSECON, perusahaan konsultasi keamanan yang berkantor di Berlin, mengatakan pengumuman itu adalah untuk menghantam ISIS secara psikologis dan memperlambat momentum kemajuannya.
“Biasanya pengumuman semacam ini tidak dilakukan beberapa jam setelah pembunuhan itu tapi mungkin sehari kemudian. Mereka ingin mengukuhkan bahwa sasarannya benar-benar telah tewas. Tetapi dalam 24 jam sampai 48 jam terakhir, karena ISIS telah mencapai kemajuan yang begitu besar, mungkin itu memaksa koalisi bertindak lebih cepat,” ujarnya.
Dia mengatakan operasi itu kemungkinan besar telah dipersiapkan dengan matang sebelumnya, dan tampaknya cukup berhasil dari sudut. Di Washington, Menteri Pertahanan AS Ashton Carter mengatakan bahwa operasi itu merupakan pukulan mundur lagi bagi ISIS.
Tetapi St-Pierre mengatakan belum jelas seberapa besar kerugian yang dialami ISIS. Dia mengatakan Abu Sayyaf dikenal sebagai jihadis yang ahli dalam bidang logistik dan keuangan.
“Segala serangan yang mengenai penanggung jawab keuangan atau logistik merupakan pukulan. Tetapi organisasi seperti ISIS, bukan hanya terdiri dari satu orang seperti kelompok-kelompok lain yang lebih kecil. Kelompok besar biasanya punya rencana darurat. Selalu ada seseorang yang siap atau bersedia mengambil alih jabatan jika sesuatu terjadi. Jadi tewasnya Abu Sayyaf memang pukulan, tetapi bukan pukulan besar,” tambahnya.
Para pejabat mengatakan Abu Sayyaf juga terlibat dalam mengelola perdagangan minyak ISIS yang pernah menjadi sumber penting pendanaan kelompok itu.
Tetapi dari sudut hubungan masyarakat, kata St-Pierre, pengumuman itu mungkin telah mengecewakan para pejabat AS karena Abu Sayyaf tidak terkenal sama sekali. Banyak para pengamat ISIS yang baru mendengar kabar itu bertanya, “siapa orang ini?”