Aktris Hollywood Angelina Jolie mengatakan hari Selasa (8/9) bahwa kelompok Negara Islam (ISIS) telah menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang dengan skala yang belum pernah ada sebelumnya, dan ia menyerukan aksi yang lebih besar melawan mereka yang bertanggung jawab.
Jolie, utusan khusus Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan aktivis melawan penggunaan kekerasan seksual dalam konflik, mengatakan bahwa ISIS menggunakan pemerkosaan sebagai "kebijakan" dan ia mendesak "respon yang sangat keras."
Ribuan perempuan dewasa dan anak-anak telah diculik, diperkosa dan dijual ke perbudakan seksual oleh ISIS sejak kelompok militan itu mendeklarasikan kekhalifahan di wilayah besar Suriah dan Irak musim panas lalu, menurut PBB dan kelompok-kelompk hak asasi manusia.
"Kelompok teroris paling agresif di dunia saat ini... menggunakan pemerosaan sebagai titik pusat teror mereka dan cara mereka untuk menghancurkan komunitas dan keluarga," ujarnya dalam komite parlementer Inggris, Selasa.
Aktris pemenang Oscar itu, yang bergabung dengan mantan menteri luar negeri Inggris William Hague tahun 2012 untuk meluncurkan inisiatif untuk mencegah kekerasan seksual dalam konflik, berbicara tentang gadis-gadis yang ia temui di wilayah perang yang telah diperkosa.
Mereka termasuk seorang gadis Irak berusia 12 tahun yang mengatakan ia telah berulang kali diperkosa bersama teman-temannya dan dijual seharga US$40.
Sebagai bagian dari kampanye mereka melawan kejahatan seksual dalam perang, Jolie dan Hague pada 2013 meluncurkan deklarasi sumpah untuk mengejar mereka yang bertanggung jawab dan memberikan keadilan dan keamanan untuk para korban. Deklarasi itu telah ditandatangani oleh lebih dari 150 negara.
Pemerkosaan sebagai Kebijakan
Tahun lalu, keduanya menjadi tuan rumah konferensi tingkat tinggi global pertama untuk kekerasan seksual dalam konflik di London, yang melibatkan perwakilan dari sekitar 150 negara. KTT itu bertujuan menetapkan kekerasan seksual dalam konflik sebagai prioritas dan mengakhiri budaya impunitas bagi mereka yang bertanggung jawab.
Berbicara dalam komite kekerasan seksual dalam perang di parlemen Inggris untuk memberikan bukti hasil inisiatif tiga tahun tersebut, Jolie mengatakan ISIS menetapkan pemerkosaan "sebagai kebijakan" di Suriah dan Irak.
"Ini di luar yang pernah kita lihat sebelumnya. Mereka mengatakan: 'Kita harus melakukan ini, ini cara membangun masyarakat, kami minta kalian memperkosa.' Kita betul-betul harus memberikan respon yang sangat kuat saat ini kepada kelompok tersebut," ujar Jolie.
Para pengkritik telah mempertanyakan keberhasilan inisiatif Jolie dan Hague setelah ada laporan bahwa Inggris menghabiskan biaya lima kali lebih besar untuk KTT 2014 daripada untuk anggaran menanggulangi pemerkosaan di wilayah perang.
Namun Hague membela inisiatif tersebut, dengan mengatakan bahwa telah ada kemajuan dan kesadaran yang lebih besar mengenai pentingnya menanggulangi kejahatan tersebut.
Ia mengatakan bahwa ribuan personel militer di dunia telah dilatih untuk menghadapi kekerasan seksual dalam konflik, termasuk para penjaga perdamaian Afrika, para anggota angkatan darat baru di Mali dan para pejuang peshmerga Kurdi di Irak.
Pemerintah-pemerintah juga telah mengambil tindakan, termasuk Republik Demokratik Kongo, yang telah meluncurkan rencana aksi untuk angkatan darat mengenai kekerasan seksual, dan Kroasia dan Kosovo, yang telah mengesahkan aturan untuk memberikan kompensasi untuk para korban, ujar Hague.
Ia mengatakan bahwa isu itu harus dibahas laki-laki dan juga perempuan.
"Ini adalah kejahatan yang dilakukan hampir eksklusif oleh laki-laki dan bahwa itu terjadi, dan telah terjadi, selama bertahun-tahun tanpa ada aksi melawannya seharusnya memalukan bagi semua pria. Para pemimpin dunia baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran penting untuk menanggulangi isu ini," ujarnya.
Keterlibatan Jolie dengan Hague dipicu film pertama yang disutradarainya "In the Land of Blood and Honey" (2011) yang berlatar perang Bosnia tahun 1992-1995, dimana diperkirakan 20.000 perempuan telah diperkosa.