Presiden Amerika Donald Trump telah memutuskan untuk mengakhiri program Badan Intelijen Pusat (CIA) untuk mempersenjatai dan melatih kelompok-kelompok pemberontak Suriah.
Para pejabat Amerika menyatakan keputusan itu dibuat sekitar sebulan silam, setelah pertemuan yang diadakan Trump dengan Penasihat Keamanan Nasional HR McMaster dan Direktur CIA Mike Pompeo.
Juru bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders menolak mengomentari masalah tersebut ketika ditanya dalam konferensi pers hari Rabu.
Program ini dimulai pada tahun 2013 di bawah pemerintahan Presiden Barack Obama dengan tujuan meningkatkan kemampuan pemberontak dalam perjuangan mereka menghadapi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan menekan pemerintah Suriah agar berunding untuk mengakhiri perang saudara di negara itu.
Ada beberapa pertanyaan sedari awal mengenai efektivitas rencana tersebut maupun kekhawatiran bahwa senjata yang diberikan Amerika itu akan jatuh ke tangan militan.
Para pejabat yang menjelaskan keputusan Trump itu menyatakan ini adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperbaiki hubungan dengan Rusia, yang berperang di Suriah sejak akhir 2015 untuk mendukung Assad.
Rusia melancarkan kampanye militernya di Suriah dengan tujuan memerangi ISIS, tetapi Rusia menghadapi kecaman setelah menarget pemberontak, termasuk yang didukung Amerika.
Militer Amerika akan terus memimpin pasukan koalisi yang melancarkan serangan udara terhadap ISIS di Suriah dan Irak. Militer juga akan terus mempersenjatai dan melatih kelompok-kelompok pemberontak Suriah lainnya, termasuk Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang sebagian besar terdiri dari para pejuang Kurdi yang sekarang ambil bagian dalam upaya menyingkirkan ISIS dari ibukota de facto-nya, Raqqa.
Turki, yang berjuang menghadapi pemberontakan Kurdi selama tiga dekade, menentang keras Amerika yang mempersenjatai SDF, sementara koalisi pimpinan Amerika telah menyatakan senjata-senjata tersebut akan dikembalikan setelah misi merebut Raqqa tuntas. [uh/ab]