Seorang pejabat senior Amerika Serikat, Senin (6/1/2020), mengatakan pemerintah AS akan mengambil tindakan untuk menanggapi dukungan Rusia yang semakin kuat bagi Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
Pemerintah AS di bawah Presiden Donald Trump telah mengenakan sanksi-sanksi atas pemerintahan Maduro dan menyebut Maduro sebagai diktator setelah ia terpilih kembali dalam pemilu 2018. Pemilu itu dianggap curang.
“Kami sedang mempelajari sanksi-sanksi tambahan, sanksi pribadi, dan sanksi-sanksi ekonomi, yang akan lebih menekan rezim itu," kata Elliot Abrams, utusan khusus Amerika untuk Venezuela, kepada para wartawan.
Kata Abrams, AS telah memperhatikan peran Rusia yang semakin kuat di Venezuela dan tidak akan membiarkan dukungan seperti itu terus berlanjut.
Abrams mengatakan, Rusia umumnya hanya berminat akan minyak Venezuela, dan pemerintahan Maduro semakin bergantung pada bantuan Rusia dalam setahun terakhir.
Perusahaan-perusahaan Rusia kini menguasai lebih dari dua pertiga, atau lebih dari 70 persen minyak Venezuela, kata Abrams lagi.
Abrams tidak mau berspekulasi apakah Rusia terlibat dalam mendorong Maduro untuk mengambil alih kontrol atas parlemen yang dikuasai pihak oposisi pada Minggu (5/1/2020). AS menganggap DPR Venezuela sebagai satu-satunya lembaga demokratis yang ada di Venezuela.
Polisi mencegah pemimpin oposisi Juan Guaido, yang mengangkat dirinya sendiri sebagai presiden sementara, untuk masuk ke gedung parlemen. Pada saat yang sama tokoh DPR yang didukung Maduro, Luis Parra, menyatakan dirinya sebagai Ketua DPR.
Nicolas Maduro secara resmi masih menjadi presiden. Namun klaim Guaido sebagai presiden sementara telah diakui oleh lebih dari 50 negara, termasuk AS.
Di antara negara-negara yang mendukung Maduro yang ada sekarang adalah Rusia, Korea Utara dan Kuba. [ii/ft]