Drama yang tengah berlangsung terkait vaksin COVID-19 yang dikembangkan bersama oleh AstraZeneca dan University of Oxford mengalami perkembangan baru Rabu malam, sewaktu perusahaan farmasi itu merilis informasi yang telah diperbarui mengenai keampuhan vaksinnya.
Informasi baru, yang didasarkan pada uji klinis tahap akhirnya yang melibatkan lebih dari 30 ribu partisipan di AS, menunjukkan vaksin dua dosisnya itu 76 persen efektif dalam mencegah gejala virus corona.
Data terbaru itu merevisi pernyataan yang dikeluarkan perusahaan farmasi raksasa Inggris-Swedia itu Senin lalu bahwa vaksinnya 79 persen efektif melawan virus corona. Klaim tersebut kemudian diragukan hanya beberapa jam setelah sebuah badan pengawas penting pemerintah AS, Data and Safety Monitoring Board, menyatakan AstraZeneca “mungkin memasukkan informasi usang” dari uji klinis tahap akhir, “yang mungkin telah memberi gambaran tidak lengkap mengenai data keampuhannya.”
Pernyataan dari dewan pakar independen itu merupakan kemunduran terbaru bagi vaksin Oxford-AstraZeneca, yang peluncurannya secara internasional telah menghadapi masalah. Beberapa negara Eropa telah berhenti menggunakan vaksin Oxford-AstraZeneca baru-baru ini karena ada laporan mengenai kaitan vaksin itu dengan penggumpalan darah pada penerimanya. Afrika Selatan berhenti menggunakan vaksin itu karena khawatir mengenai keampuhannya dalam menghadapi varian lokal virus corona. Negara itu menjual sedikitnya satu juta dosis vaksin Oxford-AstraZeneca persediaannya ke Uni Afrika.
Namun Badan Pengawas Obat Eropa telah menyatakan bahwa vaksin itu aman dan sama sekali tidak menimbulkan risiko penggumpalan. Badan kesehatan federal Kanada hari Rabu mengumumkan mereka memperbarui label pada ampul vaksin Oxford-AstraZeneca dengan informasi mengenai “laporan sangat jarang mengenai penggumpalan darah” tetapi terus berpegang pada keamanan dan efektivitas vaksin terhadap COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia kemudian merekomendasikan penggunaan vaksin Oxford-AstraZeneca dalam menghadapi berbagai varian virus corona, dan menyatakan menganggap manfaat vaksin itu melebihi risikonya.
Vaksin Oxford-AstraZeneca telah menjadi pilihan utama bagi negara-negara berkembang karena harganya murah dan penyimpanannya mudah.
Perkembangan terbaru dalam drama vaksin Oxford-AstraZeneca itu muncul sementara AS dan Brazil mencapai tonggak baru dalam pandemi yang telah berlangsung setahun ini. Menurut Johns Hopkins University’s Coronavirus Resource Center, AS kini mencatat lebih dari 30 juta kasus, yang terbanyak di dunia, sedangkan Brazil telah mencatat lebih dari 300 ribu kematian akibat virus corona.
Secara global, lebih dari 124,6 juta orang telah terinfeksi virus ini, termasuk lebih dari 2,7 juta yang meninggal karenanya. [uh/ab]