Senat Australia mengesahkan undang-undang hari Senin (19/6) yang akan membuka jalan bagi negara itu untuk mengadakan referendum penting selambatnya akhir tahun ini tentang apakah akan mengakui penduduk asli dalam konstitusi.
Referendum yang diajukan oleh Perdana Menteri Anthony Albanese itu akan bertanya kepada warga apakah mereka mendukung perubahan konstitusi untuk memasukkan “Suara untuk Parlemen,” sebuah komite yang dapat memberi nasihat kepada parlemen mengenai hal-hal yang mempengaruhi penduduk Aborigin dan Pulau Selat Torres.
Senator Malarndirri McCarthy yang juga menjabat sebagai asisten menteri urusan penduduk asli (pribumi) Australia mengatakan,“Permintaan yang sangat sederhana untuk diakui dalam konstitusi Australia, dan ya ada banyak aliran pemikiran dalam hal konstitusi itu, tetapi dalam hal sifat simbolis untuk dapat dimasukkan dalam konstitusi itu sangat berarti bagi banyak orang Bangsa Pertama.”
Namun Senator Oposisi Jacinta Nampijinpa Price, seorang pribumi, mengatakan usulan itu memecah belah Australia menurut garis ras. “Ini eksploitatif, manipulatif secara emosional, tapi yang terburuk, sejak hari Mr. Albanese menyampaikan kata-katanya kepada rakyat Australia, proses perpecahan dimulai. Saya ingin melihat Australia bergerak maju sebagai satu, bukan dua. Itu sebabnya saya akan memberikan suara ‘tidak’,” jelasnya.
Anggota parlemen yang mendukung RUU itu bersorak sorai saat rancangan undang-undang itu disahkan dengan suara 52 banding 19.
Perdana Menteri Albanese kini harus menetapkan tanggal referendum yang harus terjadi tidak lebih cepat dari dua bulan dan tidak lebih dari enam bulan.
Penduduk Aborigin, yang merupakan sekitar 3,2 persen dari hampir 26 juta penduduk Australia, berada di bawah rata-rata nasional pada sebagian besar standar sosio-ekonomi dan tidak disebutkan dalam konstitusi.
Mereka dipinggirkan oleh penguasa kolonial Inggris dan tidak diberi hak suara hingga tahun 1960-an. [lt/ab]
Forum