Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kamis (27/5), sepakat menyelidiki pengalihan paksa pesawat penumpang Ryanair di Minsk, Belarus, insiden yang memicu kemarahan internasional.
Dewan ICAO, yang beranggotakan 36 negara, bertindak setelah Amerika Serikat (AS) dan beberapa sekutunya menuntut penyelidikan atas insiden itu, yang disebut Menteri Luar Negeri Inggris sebagai "pelanggaran berat terhadap hukum internasional."
Menteri Transportasi Irlandia Eamon Ryan mengatakan ICAO akan membuat laporan sementara paling lambat 25 Juni. Dalam pernyataan setelah pertemuan itu ICAO mengatakan bahwa dewannya menyatakan "sangat prihatin" atas insiden tersebut.
Penyelidikan itu akan menjadi pencarian fakta yang dirancang terutama untuk menentukan apakah aturan penerbangan internasional dilanggar. ICAO tidak bisa menghukum, hanya menangguhkan hak suara anggota.
Belarus pada Minggu (23/5) mengerahkan jet tempur dan berbohong bahwa ada bom untuk mengalihkan pesawat Irlandia itu ke Minsk dan menahan seorang wartawan Belarus. Pesawat itu dalam perjalanan dari Athena, Yunani, ke Vilnius, Lithuania, dan kala itu hampir berada di ruang udara Lithuania ketika diperintahkan untuk mendarat.
Minsk, yang kini menghadapi tuntutan sanksi, menolak tuduhan bahwa negara itu bertindak secara ilegal dan menuduh Barat menggunakan episode itu untuk melakukan "perang hibrida" terhadapnya.
Dewan mendesak anggota ICAO bekerja sama dalam penyelidikan itu. Dua sumber yang mengetahui pertemuan itu mengatakan Rusia dan China menolak untuk mendukung penyelidikan itu. ICAO yang berbasis di Montreal memiliki pengaruh melalui standar keselamatan dan keamanannya, yang disetujui oleh 192 negara anggotanya.
Belarus mengatakan dalam pertemuan itu bahwa pesawat tidak dipaksa mendarat oleh pihak berwenang dan pilot bisa saja mendarat di Lithuania, kata sumber yang tidak mau disebut namanya dan mengetahui kejadian tersebut.[ka/ft]