Hujan yang melanda wilayah Kabupaten Bandung sejak Sabtu (12/3) lalu masih menyisakan banjir di Kecamatan Bale Endah, Andir dan Dayeuh Kolot. Meski sempat surut, hujan deras yang turun di kawasan Kabupaten Bandung pada Selasa siang (15/3) kembali menambah ketinggian air.
Sedikitnya 35 ribu rumah terendam banjir yang berasal dari luapan Sungai Citarum ini. Kampung Cieunteung, Kecamatan Bale Endah, merupakan salah satu kampung yang terdampak banjir paling parah. Ketinggian air di wilayah ini mencapai tiga meter, sehingga warga pun terpaksa mengungsi.
Seorang warga Cieunteung, Endang, mengatakan banjir yang melanda kampungnya selalu terjadi setiap tahun pada musim hujan. Namun, banjir kali ini merupakan yang terparah dalam 10 tahun terakhir. Tak pelak, Endang dan ratusan warga desanya terpaksa mengungsi.
“Pokoknya (rumah) di bawah sudah tidak layak huni. Kusen-kusen sudah pada copot. Memang punya atap, tapi kalau jalannya kerendam air kan. Makanya tinggal di sini (rumah susun) saja. Kadang-kadang kalau lagi tidak ada air (banjir) ditengok rumahnya. Rumah gimana gitu. Pakai tiang bambu, takut roboh,” tutur Endang.
Sementara itu, seorang warga lainnya, Ali Junaedi mengatakan, banjir luapan Sungai Citarum yang terjadi di kampungnya merupakan banjir kiriman dari berbagai kawasan di Kabupaten Bandung. Ali yang sudah tinggal sejak tahun 1959 di wilayah Kabupaten Bale Endah ini mengungkapkan, air limbah pabrik juga meluap akibat banjir. Puluhan pabrik tercatat ada di Kecamatan Bale Endah.
"Limbah air pabrik itu bau kemana-mana, sampai ke dalam rumah, pokoknya mengikuti air. Cai teh hideung (airnya hitam), bau. Satu kali hujan saja sekarang sudah banjir. Cicalengka kan airnya ke sini, ke Citarum. Majalaya, Ciparay, dari Cibeureum sana, dari Pajaten, dari Maruyung kan airnya ke sini, dari Pangalengan juga. Kalau dari Pangalengan rata-rata dengan lumpur, kadang-kadang 8 sampai 12 centimeter kan lumpurnya,” ujar Ali Junaedi.
Rencana relokasi tak kunjung terwujud
Sejumlah warga yang ditemui VOA mengatakan pemerintah berjanji akan merelokasi rumah mereka ke tempat yang lebih aman. Namun, hingga kini rencana relokasi itu tidak terwujud.
“Ya harapan Bapak supaya (banjir) Cieunteung cepat selesai lah, kan mau dibebaskan (untuk relokasi) katanya. Supaya ke yang terkait (pemerintah) cepat-cepat, biar saya punya gantinya (rumah). Yang penting bisa bikin lagi, bisa beli rumah lagi. Pokoknya layak saja,” harap Endang.
“Sangat khawatir, cemas, cemas! Kalau urusan relokasi, kalau memang setuju dengan harganya, masyarakat sudah menyetujui. Kami sudah lima kali pertemuan (dengan pemerintah). Sudah setuju, kami sudah menanda tangan, sampai detik sekarang tidak ada realisasinya. (Isu relokasi) sudah kira-kira tiga sampai empat tahun kemarin. Ini kan banjir mulai dari tahun 2000 sampai sekarang sudah kurang lebih 15 tahun. Makin sini (banjirnya) makin parah,” timpal Ali Junaedi.
Banjir di kawasan Kabupaten Bandung merupakan peristiwa tahunan yang selalu terjadi setiap musim hujan. Beberapa tahun terakhir ini pemerintah propinsi telah mengeruk Sungai Citarum untuk mengantisipasi banjir. Namun upaya tersebut belum maksimal. Sementara rencana merelokasi rumah warga belum terwujud karena berbagai kendala. Satu-satunya yang bisa dilakukan pemerintah propinsi saat ini adalah menyiapkan tempat penampungan bagi warga yang terpaksa mengungsi karena banjir tahunan ini. [tw/em]