Sebuah grup obrolan (chat) baru dalam aplikasi pesan telepon WhatsApp mebantu bank sentral Indonesia memperbaiki reputasinya untuk mengelola ekspektasi pasar, sesuatu yang sulit dilakukan selama ini.
Sejak pertengahan 2015, Bank Indonesia (BI) telah membuka ruang obrolan di WhatsApp dengan sekelompok ekonom, menggunakan forum tersebut untuk membahas dan berdebat mengenai kebijakan dan pergerakan pasar.
Ini adalah pergeseran yang baru dan kuat dalam strategi komunikasi bank sentral itu, yang memiliki sejarah mengagetkan para investor dengan keputusan-keputusan kebijakannya, terkadang memicu gerakan pasar yang liar.
Kabar baik untuk BI adalah peserta pasar mencatat berkurangnya volatilitas baik rupiah maupun obligasi pemerintah lokal, yang menurut mereka akibat dari perbaikan sentimen dan inflasi yang moderat, serta pendekatan baru untuk berkomunikasi dan transparansi.
"Pola komunikasi Bank Indonesia saat ini lebih fleksibel, membuat pasar relatif lebih tenang," ujar kepala ekonom Bank Central Asia, David Sumual.
"Meski ada fluktuasi, BI telah bisa melaluinya dengan baik."
David merupakan anggota salah satu ruang obrolan WhatsApp BI dan yakin strategi itu harus diadopsi oleh badan-badan pemerintah lainnya.
Perbincangan bank sentral dengan para ekonom terpusat pada poin-poin umum dari kebijakan dan kondisi ekonomi dan tidak membahas kebijakan yang akan datang, seperti pergerakan suku bunga.
Namun juru bicara BI Andiwiyana Septonarwanto mengatakan kepada Reuters diskusi-diskusi kelompok memberikan masukan pasar yang bernilai mengenai kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi, yang memungkinkan disampaikannya ide kepada dewan direktur secara anonim.
Pendekatan Baru
Pasar-pasar Indonesia telah relatif aman dalam beberapa bulan terakhir. Orang-orang asing telah menyuntikkan US$6,2 miliar ke dalam pasar obligasi berpenghasilan tinggi sejak Oktober,bahkan ketika hasil 10-tahunan jatuh 180 poin basis. Rupiah tetap di kisaran Rp 13.000 dan Rp 13.975 per dolar sejak Jauari, kondisi yang ketat berdasarkan standar-standar bersejarah.
Sejak krisis finansial Asia tahun 1998, BI telah membentuk reputasi sebagai sangat informal dan mengejutkan pasar dengan gerakan-gerakan kebijakannya, memicu inflasi tinggi dua digit, lonjakan mata uang dan larinya modal ke luar negeri.
Pemangkasan suku bunga yang mengejutkan bulan Februari tahun lalu diangap prematur oleh para analis pasar dan menjadian rupiah mata uang dengan kinerja terburuk kedua di Asia setelah ringgit Malaysia tahun 2015.
Secara kontras, BI lebih proaktif dalam mengkomunikasikan kebijakannya tahun ini, mengindikasikan bahwa mereka tidak akan memotong suku bunga sampai bank sentral AS Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir 10 tahun.
Para ekonom terkesan dengan dorongan yang lebih luas untuk komunikasi yang lebih efektif, yang termasuk grup WhatsApp dan penyiaran langsung pengumuman kebijakan di YouTube.
Bank Indonesia juga baru-baru ini menggunakan layanan dari Ogilvy Public Relations untuk membantu strategi komunikasi mereka.
Septonarwanto mengatakan ada 33 peserta dalam grup perbincangan tersebut, termasuk para ekonom lokal senior seperti Anton Gunawan, yang termasuk salah satu kandidat gubernur BI tahun 2013.
"Kami rasa penting untuk membuat lebih banyak orang terlibat dalam pembuatan kebijakan," ujarnya.
"Kami tidak pernah memaksa mereka atau mengalihkan mereka dalam diskusi tersebut."
Seorang juru bicara BI mengatakan grup percakapan itu hanya berdasarkan undangan dan tidak termasuk warga negara asing, meski termasuk juga bank-bank asing.
Diskusi-diskusi seringkali berlangsung dalam Bahasa Indonesia. David mengatakan diskusi-diskusi mengalir bebas, tanpa jadwal yang telah ditentukan. Topik-topik berkisar kebijakan dan geografi, dengan debat mengenai apakah dan kapan BI harus mengganti kebijakannya dan ketika Fed mulai bertindak, ujarnya.
Rangga Cipta, ekonom dari Samuel Sekuritas, mengatakan ia ada di grup BI bersama 10 orang lainnya, yang dikelola oleh deputi direktor komunikasi BI.
"Terkadang kami memberi mereka masukan mengenai bagaimana pasar mrespon kepada gerakan BI," ujar Rangga.
"Namun diskusi-diskusi masih dalam semacam koridor, dan tidak sepenuhnya bebas. Kami hanya memiliki akses lebih banyak untuk berbicara mengenai detil," tambahnya. [hd]