Negara-negara Barat menyadari hal itu. Karena jutaan loyalis ISIS saling berkomunikasi dengan aplikasi Telegram untuk menyebarkan pesan tentang radikalisme dan ekstremisme, Perancis dan Jerman pekan lalu mengatakan mereka menginginkan ada upaya di Eropa untuk mengambil tindakan keras terhadap Telegram.
Pejabat-pejabat Perancis dan Jerman mengatakan akan segera membawa masalah itu ke pimpinan Uni Eropa karena ekstremis ISIS dilaporkan menggunakan Telegram untuk merencanakan serangan baru-baru ini.
Menurut analis, setelah Twitter baru-baru ini menutup lebih dari 300 ribu akun yang diduga menyebarkan ideologi ekstremisme, semakin banyak pengikut ISIS pindah ke Telegram.
Berbagai laporan menyebutkan, melalui jalur pribadi Telegram, pengikut ISIS membeberkan rencana rinci meracuni orang-orang Barat dan melakukan serangan bom.
Telegram, yang memiliki lebih dari 100 juta pengguna, tidak mengizinkan kegiatan terkait ekstremis pada akses publiknya, tetapi tidak memantau obrolan pribadi yang dirancang untuk rahasia.
ISIS mulai menggunakan aplikasi Telegram untuk menyebarkan propagandanya sejak September 2015, tidak lama setelah Telegram mengumumkan fitur baru yang disebut "Saluran" yang membantu pengguna terhubung secara rahasia.
Tetapi bagi ISIS, Telegram punya beberapa kelemahan karena lebih mudah bagi kelompok militan itu merekrut pengikut melalui platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. [ka/ii]