Warga Belarus hari Minggu (27/2) memberikan suara dalam sebuah referendum konstitusi yang didorong oleh pemimpin otoriter negara itu guna memperkuat kekuasaannya selama 27 tahun terakhir ini, bahkan ketika ia mengizinkan wilayah negaranya sebagai salah satu tempat Rusia melancarkan serangan ke Ukraina.
Presiden Belarus Alexander Lukashenko, yang menjadi semakin dekat dengan Rusia di tengah sanksi-sanksi Barat yang melumpuhkan karena tindakan kerasnya terhadap demonstran di dalam negeri, mengatakan ia yakin warga Belarus akan mendukung serangkaian amandemen konstitusi yang akan memungkinkannya tetap berkuasa hingga tahun 2035.
Undang-undang utama yang direvisi itu akan melepaskan status netral Belarus, membuka jalan bagi kerjasama militer yang lebih kuat dengan Rusia. Rusia telah mengerahkan sebagian pasukannya ke Belarus dengan dalih latihan militer, yang kemudian dikirim ke Ukraina sebagai bagian dari invasi yang dimulai Kamis lalu ( 24/2). Sebagian pasukan yang dikirim itu dengan cepat mendekati ibu kota Kyiv, yang terletak hanya sekitar 75 kilometer dari perbatasan selatan Belarus.
Izinkan Wilayahnya Digunakan Rusia, Ukraina Tegur Belarus
Dalam pesan video hari Minggu (27/2), Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegur Belarus karena mengizinkan wilayahnya digunakan sebagai tempat meluncurkan invasi Rusia, dan menambahkan kota-kota Ukraina kini menghadapi serangan dalam skala yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia Kedua, ketika Belarus dan Ukraina – sebagai bagian dari Uni Sovyet – sama-sama menghadapi invasi Nazi.
“Tetapi Belarus tidak lagi berada di sisi yang sama dengan kami dalam perang yang sedang berlangsung sekarang ini,” ujar Zelenskyy dalam bahasa Rusia, yang merupakan salah satu bahasa utama di Belarus. “Militer Rusia kini melancarkan rudal ke Ukraina dari wilayah Anda. Dari wilayah Anda pula Rusia membunuh anak-anak kami, menghancurkan rumah-rumah kami, dan berupaya meledakkan apapun yang telah dibangun selama berabad-abad.”
Dalam pernyataan yang emosional, pemimpin Ukraina itu mempertanyakan bagaimana warga Belarus dapat “menatap mata anak-anak mereka kelak, dan menatap mereka satu sama lain. Anda tetangga kami. Jadi lah orang Belarus, bukan Rusia,” tegas Zelenskyy.
Lukashenko Tuding Zelenskyy sebagai “Boneka AS”
Pemimpin Belarus Alexander Lukashenko dengan cepat menanggapi pernyataan itu dengan merendahkan Presiden Ukraina sebagai boneka Amerika, dan menuduh bahwa serangan Rusia itu merupakan akibat kegagalan Zelenskyy menerima permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin agar Ukraina tidak bergabung dengan NATO.
Barat menanggapi Belarus, yang menampung pasukan Rusia untuk invasi ke Ukraina, dengan menjatuhkan sanksi keras yang baru, yang sama-sama ditujukan pada Rusia.
Lukashenko hari Minggu memperingatkan bahwa semakin banyak sanksi Barat, maka semakin “mendorong dunia ke ambang Perang Dunia III.”
Lukashenko pada tahun 2020 mengandalkan dukungan Rusia untuk bertahan dari gelombang protes massa terbesar dan paling berkelanjutan dalan sejarah negara itu. Demonstrasi terbesar yang diikuti oleh lebih dari 200.000 orang terjadi ketika Lukashenko memenangkan masa jabatan keenam dalam pemilu Agustus 2020, yang dikecam kelompok oposisi dan Barat sebagai pemilu yang diselimuti kecurangan. [em/jm]