SURABAYA, JAWA TIMUR —
Program Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES), bertujuan meningkatkan pemahaman dan kerjasama, antara masyarakat Amerika Serikat dengan masyarakat negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.
Sebanyak 23 orang pelajar dari daerah-daerah di Indonesia Timur, seperti Surabaya, Malang, Makasar, Denpasar, Mataram, Ambon, Kupang dan Gorontalo, memenuhi kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Kamis (12/6), untuk menjalani wawancara visa dengan Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin F. Monserrate, sebelum berangkat mengikuti program Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES).
Berbagai seleksi harus dijalani para peserta terpilih, bersaing dengan sekitar 7.800 peserta seleksi dari seluruh Indonesia. Ni Kadek Ayu Feril Natalia, peserta terpilih asal Kupang, Nusa Tenggara Timur menuturkan, salah satu tes selaksi yang harus dilalui yaitu dengan membuat esai mengenai apa yang akan dilakukan dirinya bila menjadi seorang Kepala Daerah.
“Kalau aku misalnya jadi Kepala Daerah di Kupang, di Kupang kan termasuk daerah yang bisa dibilang masih terbelakang kan, jadi kita ingin bisa membangun, padahal orang Kupang itu punya potensi yang sangat besar, kan banyak orang Kupang yang sudah keluar negeri untuk kuliah disana,” kata Ni Kadek Ayu Feril Natalia, Peserta YES asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Selain tes wawasan dan kemampuan berbahasa Inggris, kemampuan untuk memahami dan menjalankan budaya daerahnya menjadi salah satu faktor yang harus dimiliki para peserta.
“Terutama kultur dari Surabaya asli, yaitu ya tari-tarian, atau musik, musik yang kayak musik-musik Campursari atau gimana, atau tarian Remo atau semacamnya, itu yang akan kita bawa nanti lebih pada kultur,” kata Mohammad Reza Madian, Siswa Madrasah Aliyah Amanatul Ummah Surabaya.
Mohammad Ikmal Payakoh peserta asal SMA Negeri Siwalima, Ambon, mengungkapkan keinginannya untuk menimba banyak ilmu dari kesempatannya belajar di Amerika Serikat. “Harapan saya, pertama kesana saya bisa beradaptasi dengan baik, kemudian bisa menarik begitu banyak pengalaman, kemudian perbedaan-perbedaan kualitas pendidikan yang ada disana, dan kemudian saya bisa kembali disini, saya bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman saya. Mungkin dengan sharing yang nanti akan saya bagikan saya bisa berkontribusi untuk mungkin sedikit mengubah sistem belajar kita, tentunya ke jalan yang lebih positif,” ungkapnya.
Sementara itu alumni YES 2007-2008 asal Surabaya, Eka Deviana Putri mengatakan, program pertukaran pelajar ini memberinya banyak masukan dan pengetahuan mengenai hal-hal yang baik di Amerika Serikat, seperti kebiasaan dan budaya hidup sehari-hari yang dapat di adopsi menjadi suatu budaya yang baik di Indonesia.
“Persamaan dengan Indonesia sih sebenarnya sama dari segi pergaulan, gak ada yang orang itu kelompok paling tinggi terus kelompok paling bawah. Pergaulannya itu semua sama, tergantung dari kita bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Perbedaannya lagi kalau di Amerika itu, sistemnya itu jelas, ketat. Jadi kalau misalnya anak dibawah 16 tahun ya gak boleh nyetir, gak punya SIM ya gak boleh nyetir. Dan saat nyetir mobil pun harus pakai save belt dan lain-lain. Mobil sedan yang isi empat ya harus diisi empat (orang), itu benar-benar hal kecil, yang benar-benar mereka terapkan, karena kalau tidak diterapkan mereka bisa kena sanksi,” jelas Eka Deviana Putri.
Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin F. Monserrate mengutarakan, bahwa program ini diharapkan menjadi kesempatan bagi pelajar dari kedua negara, untuk saling mengenal dan berbagi wawasan mengenai budaya serta nilai-nilai yang dimiliki sebagai bentuk upaya menjalin persahabatan antar manusia di dunia.
“Kami mau menciptakan antar kedua masyarakat, yang tidak termasuk pemerintah, tidak termasuk politik, hanya suapaya mereka para muda bisa menciptakan hubungan yang mungkin bisa berlangsung sepanjang hidup. Harapan saya mungkin dari 10 tahun yang berikutnya, house family atau teman dari SMA dari Amerika bisa mengunjungi mereka disini, bisa ke Kendari, bisa ke Ambon, bisa menikmati daerah-daerah Indonesia masing-masing,” jelas Joaquin F. Monserrate.
Sebanyak 23 orang pelajar dari daerah-daerah di Indonesia Timur, seperti Surabaya, Malang, Makasar, Denpasar, Mataram, Ambon, Kupang dan Gorontalo, memenuhi kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Kamis (12/6), untuk menjalani wawancara visa dengan Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin F. Monserrate, sebelum berangkat mengikuti program Kennedy-Lugar Youth Exchange and Study (YES).
Berbagai seleksi harus dijalani para peserta terpilih, bersaing dengan sekitar 7.800 peserta seleksi dari seluruh Indonesia. Ni Kadek Ayu Feril Natalia, peserta terpilih asal Kupang, Nusa Tenggara Timur menuturkan, salah satu tes selaksi yang harus dilalui yaitu dengan membuat esai mengenai apa yang akan dilakukan dirinya bila menjadi seorang Kepala Daerah.
“Kalau aku misalnya jadi Kepala Daerah di Kupang, di Kupang kan termasuk daerah yang bisa dibilang masih terbelakang kan, jadi kita ingin bisa membangun, padahal orang Kupang itu punya potensi yang sangat besar, kan banyak orang Kupang yang sudah keluar negeri untuk kuliah disana,” kata Ni Kadek Ayu Feril Natalia, Peserta YES asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Selain tes wawasan dan kemampuan berbahasa Inggris, kemampuan untuk memahami dan menjalankan budaya daerahnya menjadi salah satu faktor yang harus dimiliki para peserta.
“Terutama kultur dari Surabaya asli, yaitu ya tari-tarian, atau musik, musik yang kayak musik-musik Campursari atau gimana, atau tarian Remo atau semacamnya, itu yang akan kita bawa nanti lebih pada kultur,” kata Mohammad Reza Madian, Siswa Madrasah Aliyah Amanatul Ummah Surabaya.
Mohammad Ikmal Payakoh peserta asal SMA Negeri Siwalima, Ambon, mengungkapkan keinginannya untuk menimba banyak ilmu dari kesempatannya belajar di Amerika Serikat. “Harapan saya, pertama kesana saya bisa beradaptasi dengan baik, kemudian bisa menarik begitu banyak pengalaman, kemudian perbedaan-perbedaan kualitas pendidikan yang ada disana, dan kemudian saya bisa kembali disini, saya bisa berbagi pengalaman dengan teman-teman saya. Mungkin dengan sharing yang nanti akan saya bagikan saya bisa berkontribusi untuk mungkin sedikit mengubah sistem belajar kita, tentunya ke jalan yang lebih positif,” ungkapnya.
Sementara itu alumni YES 2007-2008 asal Surabaya, Eka Deviana Putri mengatakan, program pertukaran pelajar ini memberinya banyak masukan dan pengetahuan mengenai hal-hal yang baik di Amerika Serikat, seperti kebiasaan dan budaya hidup sehari-hari yang dapat di adopsi menjadi suatu budaya yang baik di Indonesia.
“Persamaan dengan Indonesia sih sebenarnya sama dari segi pergaulan, gak ada yang orang itu kelompok paling tinggi terus kelompok paling bawah. Pergaulannya itu semua sama, tergantung dari kita bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Perbedaannya lagi kalau di Amerika itu, sistemnya itu jelas, ketat. Jadi kalau misalnya anak dibawah 16 tahun ya gak boleh nyetir, gak punya SIM ya gak boleh nyetir. Dan saat nyetir mobil pun harus pakai save belt dan lain-lain. Mobil sedan yang isi empat ya harus diisi empat (orang), itu benar-benar hal kecil, yang benar-benar mereka terapkan, karena kalau tidak diterapkan mereka bisa kena sanksi,” jelas Eka Deviana Putri.
Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin F. Monserrate mengutarakan, bahwa program ini diharapkan menjadi kesempatan bagi pelajar dari kedua negara, untuk saling mengenal dan berbagi wawasan mengenai budaya serta nilai-nilai yang dimiliki sebagai bentuk upaya menjalin persahabatan antar manusia di dunia.
“Kami mau menciptakan antar kedua masyarakat, yang tidak termasuk pemerintah, tidak termasuk politik, hanya suapaya mereka para muda bisa menciptakan hubungan yang mungkin bisa berlangsung sepanjang hidup. Harapan saya mungkin dari 10 tahun yang berikutnya, house family atau teman dari SMA dari Amerika bisa mengunjungi mereka disini, bisa ke Kendari, bisa ke Ambon, bisa menikmati daerah-daerah Indonesia masing-masing,” jelas Joaquin F. Monserrate.