Salah satu tungku smelter milik PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, meluap pada Jumat (19/1). Akibatnya, cairan slag yang berada di dalam tungku menyebar hingga mencapai lantai dasar smelter. Dalam upaya mencegah potensi kebakaran, operasi tungku tersebut terpaksa dihentikan.
“Terjadi paparan panas terhadap jaringan kabel listrik yang ada di area itu. Untuk mencegah terjadinya kebakaran, aliran listrik di smelter milik PT SMI lalu dipadamkan. Seluruh karyawan yang bekerja di area tersebut lalu dievakuasi,” jelas Media Relations Head PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Dedy Kurniawan dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/1).
Slag merupakan limbah (ampas) dari hasil pengolahan pabrik pemurnian logam mineral.
Dedy menambahkan, pihaknya mengerahkan sebanyak empat unit mobil pemadam kebakaran untuk melakukan penyemprotan. Proses tersebut berlangsung selama kurang lebih 45 menit sebelum akhirnya cairan slag berhasil didinginkan.
Peristiwa itu, kata Dedy, tidak menelan korban jiwa. Namun terdapat dua orang karyawan yang harus dievakuasi untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
“Hasil observasi, tidak ditemukan luka apa pun. Setelah selama kurang lebih dua jam berada di instalasi klinik PT IMIP, kedua karyawan tersebut diizinkan pulang ke rumahnya masing-masing,” ungkap Dedy.
Kecelakaan kerja tersebut terjadi sebulan setelah insiden terbakarnya salah satu tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) yang juga berada di kawasan Morowali. Insiden tersebut merenggut nyawa 21 orang, dan 38 lainnya mengalami cedera.
Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah mengatakan penanganan kasus kebakaran tungku smelter PT ITSS itu telah dinaikkan ke tahap penyidikan.
Penyidikan polisi berupaya mengungkap dugaan pelanggaran pasal 359 dan pasal 360 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Sementara itu Katsaing dari Partai Buruh dan Serikat Pekerja Indonesia Sejahtera di Morowali mengatakan berulangnya kecelakaan kerja di kawasan IMIP dikarenakan pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang tidak berjalan sesuai aturan yang berlaku.
“Jadi di sana itu aspek K3 itu dikesampingkan, target produksi itu yang diutamakan, itu kebijakan yang diambil oleh China selama ini di lapangan, dan kita tahu persis, karena saya melihat, saya mengalami langsung persoalan-persoalan yang ada di sana,” kata Katsaing saat dihubungi pada Sabtu (20/1) petang.
Katsaing berpendapat pemerintah perlu mendorong agar perusahaan membuat SOP K3 yang melibatkan serikat pekerja atau serikat buruh.
“Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkret guna untuk mengantisipasi karena angka kecelakaan di perusahaan itu,” tegas Katsaing. [yl/ah]
Forum