LONDON —
Kedua negara kuat itu bertentangan mengenai konflik yang sudah berlangsung setahun itu, tetapi Menlu AS Hillary Clinton minggu ini bertemu counterpart-nya dari Rusia Sergei Lavrov di Irlandia.
Dalam pernyataan hari Jumat, Clinton mengatakan tidak tercapai “kemajuan” dalam pertemuannya dengan Lavrov. Tetapi mereka sepakat membentuk tim tingkat bawah untuk bekerja dengan utusan khusus PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi dan mencari jalan kedepan.
“Baik Menteri Lavrov maupun saya berkomitmen untuk memberi dukungan baru bagi Brahimi dan timnya untuk bekerja dengan semua pihak terkait di Suriah guna memulai transisi politik,” ungkap Clinton.
Clinton mengatakan transisi itu harus berujung pada Suriah yang “bersatu dan demokratis,” dan melibatkan wakil-wakil semua kelompok etnis dan agama Suriah. Ia menambahkan satu syarat, yang ditentang Rusia sebagai sekutu asing utama Presiden Suriah Bashar al-Assad.
“Masa depan Suriah ini tidak mungkin mengikutsertakan Assad. Jadi kita memulai diskusi ini dengan kesadaran jelas apa yang ingin kita capai, tetapi juga pemahaman yang realistis mengenai betapa sulitnya hal tersebut,”kata Clinton.
Clinton, Lavrov dan Brahimi hari Kamis bertemu di Dublin. Clinton berbicara mengenai pertemuan itu hari Jumat dalam perhentian singkat di Belfast.
Ia mengatakan penting bagi negara manapun dengan pengaruh di Timur Tengah untuk mengkaji semua solusi yang mungkin karena perkembangan di Suriah, dalam kata-katanya, “semakin berbahaya tidak hanya bagi rakyat Suriah tapi juga negara-negara tetangganya.”
Menlu Clinton tampaknya mengacu pada berbagai keberhasilan pihak pemberontak, terutama disekitar Damaskus, dan pada sejumlah laporan bahwa militer Suriah mungkin sedang menyiapkan penggunaan senjata kimia terhadap pemberontak.
Baik Amerika maupun Rusia mengatakan penggunaan senjata kimia tidak dapat diterima, dan para pejabat Amerika mengisyaratkan hal itu bisa memicu intervensi militer yang sejauh ini dihindari komunitas internasional.
Dalam upaya yang tampaknya bertujuan meyakinkan kembali para pendukung Presiden Assad, baik di Suriah dan Rusia, Clinton mengatakan Amerika berharap berbagai kelompok pemberontak di Suriah akan menghormati hak semua rakyat Suriah jika mereka memperoleh kekuasaan.
“Kami akan memperlakukan semua pihak sesuai standar. Ini bukan dialog satu pihak. Ini harus melibatkan semua pihak, tetapi semua orang harus memahami apa yang diharapkan dari mereka,”ujar Clinton.
Menlu Clinton bertolak pulang hari Jumat, tetapi akan kembali melawat keluar negeri minggu depan ke Maroko untuk menghadiri pertemuan Friends of Syria, sebuah kelompok internasional yang menuntut Presiden Assad agar mundur. Pertemuan itu diharapkan akan mengakui secara resmi oposisi Suriah yang dirombak sebagai perwakilan sah rakyat Suriah, dan akan menjadi kesempatan berikutnya untuk menjatuhkan Assad.
Dalam pernyataan hari Jumat, Clinton mengatakan tidak tercapai “kemajuan” dalam pertemuannya dengan Lavrov. Tetapi mereka sepakat membentuk tim tingkat bawah untuk bekerja dengan utusan khusus PBB dan Liga Arab, Lakhdar Brahimi dan mencari jalan kedepan.
“Baik Menteri Lavrov maupun saya berkomitmen untuk memberi dukungan baru bagi Brahimi dan timnya untuk bekerja dengan semua pihak terkait di Suriah guna memulai transisi politik,” ungkap Clinton.
Clinton mengatakan transisi itu harus berujung pada Suriah yang “bersatu dan demokratis,” dan melibatkan wakil-wakil semua kelompok etnis dan agama Suriah. Ia menambahkan satu syarat, yang ditentang Rusia sebagai sekutu asing utama Presiden Suriah Bashar al-Assad.
“Masa depan Suriah ini tidak mungkin mengikutsertakan Assad. Jadi kita memulai diskusi ini dengan kesadaran jelas apa yang ingin kita capai, tetapi juga pemahaman yang realistis mengenai betapa sulitnya hal tersebut,”kata Clinton.
Clinton, Lavrov dan Brahimi hari Kamis bertemu di Dublin. Clinton berbicara mengenai pertemuan itu hari Jumat dalam perhentian singkat di Belfast.
Ia mengatakan penting bagi negara manapun dengan pengaruh di Timur Tengah untuk mengkaji semua solusi yang mungkin karena perkembangan di Suriah, dalam kata-katanya, “semakin berbahaya tidak hanya bagi rakyat Suriah tapi juga negara-negara tetangganya.”
Menlu Clinton tampaknya mengacu pada berbagai keberhasilan pihak pemberontak, terutama disekitar Damaskus, dan pada sejumlah laporan bahwa militer Suriah mungkin sedang menyiapkan penggunaan senjata kimia terhadap pemberontak.
Baik Amerika maupun Rusia mengatakan penggunaan senjata kimia tidak dapat diterima, dan para pejabat Amerika mengisyaratkan hal itu bisa memicu intervensi militer yang sejauh ini dihindari komunitas internasional.
Dalam upaya yang tampaknya bertujuan meyakinkan kembali para pendukung Presiden Assad, baik di Suriah dan Rusia, Clinton mengatakan Amerika berharap berbagai kelompok pemberontak di Suriah akan menghormati hak semua rakyat Suriah jika mereka memperoleh kekuasaan.
“Kami akan memperlakukan semua pihak sesuai standar. Ini bukan dialog satu pihak. Ini harus melibatkan semua pihak, tetapi semua orang harus memahami apa yang diharapkan dari mereka,”ujar Clinton.
Menlu Clinton bertolak pulang hari Jumat, tetapi akan kembali melawat keluar negeri minggu depan ke Maroko untuk menghadiri pertemuan Friends of Syria, sebuah kelompok internasional yang menuntut Presiden Assad agar mundur. Pertemuan itu diharapkan akan mengakui secara resmi oposisi Suriah yang dirombak sebagai perwakilan sah rakyat Suriah, dan akan menjadi kesempatan berikutnya untuk menjatuhkan Assad.