Operasi pencarian pesawat AirAsia yang jatuh di Laut Jawa hari Kamis (01/01) terganggu oleh cuaca yang sangat buruk.
Menurut reporter VOA di Bangkok, Ron Corben, tragedi itu telah menimbulkan pertanyaan tentang keamanan penerbangan regional di tengah perkembangan pesat sektor penerbangan.
Di bawah langit mendung di bandara Juanda – Surabaya, pesawat militer jenis C-130 hari Kamis (01/01) menurunkan tiga peti jenazah berwarna putih yang diberi nomor identifikasi.
Kepala forensik Anton Castilani mengatakan proses identifikasi formal diserahkan dari Pangkalan Bun – Kalimantan Tengah ke Surabaya –dimana keluarga korban menunggu. Castilani menambahkan enam dari tujuh jenazah yang ditemukan kini sudah berada di Surabaya. Ia mengatakan harapan utamanya adalah tim SAR berhasil mengamankan lokasi dimana terdapat badan pesawat.
“Ini pekerjaan yang sangat berat. Mayat-mayat lain belum ditemukan karena hingga kini tim SAR belum bisa menemukan lokasi badan pesawat. Jika mereka bisa menemukan badan pesawat, saya yakin mereka bisa menemukan lebih banyak mayat di dalam pesawat itu,” kata Anton Castilani.
Ke-162 penumpang dan awak pesawat AirAsia jenis Airbus 300 itu terbang dari Surabaya menuju Singapura Minggu pagi (28/12) – suatu penerbangan rutin berjarak dua jam – ketika pesawat menghadapi badai hujan yang sangat buruk. Sebagian besar penumpang dan awak pesawat adalah warga negara Indonesia.
Tetapi sejak puing-puing pesawat terlihat mengapung di Laut Jawa hari Selasa (30/12), operasi pencarian dan penyelamatan telah terganggu oleh kondisi cuaca buruk dan arus laut yang kuat, yang mendorong puing-puing itu jauh dari lokasi penemuan semula.
Sekitar 18 kapal dari sejumlah negara – termasuk Singapura, Amerika dan Australia – telah membantu Indonesia. Angkatan Laut Singapura telah menggunakan kendaraan bawah laut tanpa awak yang mampu bergerak di dasar laut yang relatif dangkal.
Selain pencarian mayat para korban, tim penyelidik juga sangat ingin menemukan rekaman data penerbangan – yang dikenal sebagai “kotak hitam” – yang memuat informasi penting tentang kemungkinan penyebab kecelakaan tersebut dan saat-saat terakhir sebelum pesawat itu hilang dari kontak radar.
Tragedi itu adalah yang pertama bagi AirAsia – perusahaan penerbangan berbiaya rendah yang telah beroperasi sejak tahun 2002 dan memimpin di sektor penerbangan kawasan dan memiliki lebih dari 170 pesawat.
CEO Air Asia – pebisnis Malaysia Tony Fernandes – telah menunjukkan perhatian penuh dalam krisis ini/ dengan menemui keluarga para korban dan AirAsia juga telah memberikan informasi terbaru secara berkala tentang operasi pencarian jenazah dan bagian-bagian pesawat naas itu//