Presiden sementara Ukraina telah menandatangani sebuah dekrit yang membatalkan referendum tentang penggabungan Krimea dengan Rusia, tetapi para pejabat Krimea berjanji pemungutan suara itu akan tetap diadakan.
Presiden sementara Oleksandr Turchynov menandatangani dekrit itu hari Jumat (7/3), sehari setelah parlemen Krimea yang didukung Moskow memilih semenanjung itu menjadi bagian dari Rusia dan menjadwalkan referendum mengenai isu itu tanggal 16 Maret.
Turchynov hari Kamis (6/3) menyebut referendum yang direncanakan itu sebagai “lelucon” dan menuduh militer Rusia mengorganisir pemungutan suara itu. Turchynov mengatakan dia dan parlemen Ukraina akan melindungi integritas dan kedaulatan negara itu. Dia juga mengatakan parlemen Ukraina akan memulai proses untuk membubarkan parlemen Krimea.
Perdana menteri sementara Ukraina hari Jumat (7/3) mengatakan bahwa “tidak ada seorangpun dalam dunia yang beradab” akan mengakui hasil referendum itu.
Arseniy Yatsenyuk mengatakan kepada wartawan dia ingin “memperingatkan separatis” dan pihak lain yang disebutnya “pengkhianat negara Ukraina” bahwa keputusan mereka “tidak sah” dan “melanggar konstitusi.” Para pemimpin Amerika dan Eropa juga menyebut referendum itu ilegal.
Tetapi para pejabat Krimea hari Jumat (7/3) mengatakan pemungutan itu akan tetap diadakan.
“Kyiv tidak akan dapat menggagalkan referendum di Krimea,” kata Mikhail Malyshev, ketua komisi pemilu yang mengawasi referendum di semenanjung itu. “Referendum akan diadakan sesuai jadwal, pada tanggal 16 Maret,” lanjutnya.
Sementara itu di Moskow, ketua majelis tinggi parlemen Valentina Matviyenko hari Jumat (7/3) mengatakan para anggota parlemen Rusia akan mendukung keputusan Krimea jika kawasan Ukraina memutuskan melalui referendum untuk bergabung dengan Rusia, sementara puluhan ribu orang berdemonstrasi di ibukota Rusia untuk menunjukkan solidaritas dengan penguasa Krimea yang pro-Rusia.
Ukraina dan Rusia terlibat dalam konfrontasi yang tegang sejak pasukan Rusia memasuki semenanjung Krimea sepekan lalu.
Kantor berita Reuters hari Jumat (7/3) mengutip seorang pejabat dinas pengawal perbatasan Ukraina yang mengatakan Rusia kini memiliki 30 ribu tentara di Krimea, hampir dua kali lipat jumlah sebelumnya yang disampaikan oleh pihak berwenang Ukraina.
Presiden sementara Oleksandr Turchynov menandatangani dekrit itu hari Jumat (7/3), sehari setelah parlemen Krimea yang didukung Moskow memilih semenanjung itu menjadi bagian dari Rusia dan menjadwalkan referendum mengenai isu itu tanggal 16 Maret.
Turchynov hari Kamis (6/3) menyebut referendum yang direncanakan itu sebagai “lelucon” dan menuduh militer Rusia mengorganisir pemungutan suara itu. Turchynov mengatakan dia dan parlemen Ukraina akan melindungi integritas dan kedaulatan negara itu. Dia juga mengatakan parlemen Ukraina akan memulai proses untuk membubarkan parlemen Krimea.
Perdana menteri sementara Ukraina hari Jumat (7/3) mengatakan bahwa “tidak ada seorangpun dalam dunia yang beradab” akan mengakui hasil referendum itu.
Arseniy Yatsenyuk mengatakan kepada wartawan dia ingin “memperingatkan separatis” dan pihak lain yang disebutnya “pengkhianat negara Ukraina” bahwa keputusan mereka “tidak sah” dan “melanggar konstitusi.” Para pemimpin Amerika dan Eropa juga menyebut referendum itu ilegal.
Tetapi para pejabat Krimea hari Jumat (7/3) mengatakan pemungutan itu akan tetap diadakan.
“Kyiv tidak akan dapat menggagalkan referendum di Krimea,” kata Mikhail Malyshev, ketua komisi pemilu yang mengawasi referendum di semenanjung itu. “Referendum akan diadakan sesuai jadwal, pada tanggal 16 Maret,” lanjutnya.
Sementara itu di Moskow, ketua majelis tinggi parlemen Valentina Matviyenko hari Jumat (7/3) mengatakan para anggota parlemen Rusia akan mendukung keputusan Krimea jika kawasan Ukraina memutuskan melalui referendum untuk bergabung dengan Rusia, sementara puluhan ribu orang berdemonstrasi di ibukota Rusia untuk menunjukkan solidaritas dengan penguasa Krimea yang pro-Rusia.
Ukraina dan Rusia terlibat dalam konfrontasi yang tegang sejak pasukan Rusia memasuki semenanjung Krimea sepekan lalu.
Kantor berita Reuters hari Jumat (7/3) mengutip seorang pejabat dinas pengawal perbatasan Ukraina yang mengatakan Rusia kini memiliki 30 ribu tentara di Krimea, hampir dua kali lipat jumlah sebelumnya yang disampaikan oleh pihak berwenang Ukraina.