Semua bermula pada pukul 18.00 hari Selasa sore, ketika puluhan petugas keamanan dari TNI dan Polri mensterilkan kawasan dermaga penyeberangan Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah
Ratusan warga yang berkumpul untuk menyaksikan proses eksekusi, diminta untuk meninggalkan lokasi. Perwakilan keluarga terpidana dan pengacara pun datang dan langsung menuju ke Nusakambangan.
Setiap terpidana, hanya boleh didampingi oleh dua orang, satu dari keluarga dan satu pengacara. Pukul 20.00 adalah waktu terakhir para terpidana mati bisa bertemu keluarganya. Sekitar pukul 21.00, sejumlah mobil rombongan petinggi TNI dan Polri, serta bus yang membawa rombongan dari kejaksaan, datang dan menyeberang ke Nusakambangan. Menurut jadwal yang dikeluarkan kejaksaan, pukul. 22.00, terpidana mati akan dijemput oleh tim eksekutor dari LP Besi, Nusakambangan dan dibawa ke sembilan titik lokasi yang berbeda.
Tengah malam, eksekusi pun dilakukan. Mengambil lokasi di lapangan tembak Limus Buntu, Nusakambangan, satu terpidana dieksekusi oleh 14 personel Brimob.
Namun, eksekusi seorang terpidana mati kasus narkoba dari Filipina, Mary Jane Veloso ditunda di saat-saat terakhir setelah salah seorang yang merekrutnya menyerahkan diri kepada polisi di Filipina, menurut juru bicara Kejaksaan Agung.
"Eksekusi Mary Jane telah ditunda karena ada permintaan dari presiden Filipina terkait dengan tersangka perdagangan manusia yang telah menyerahkan diri di Filipina," ujar Tony Spontana. "Mary Jane telah diminta untuk menjadi saksi."
Warga yang berkumpul di depan Kedutaan Besar RI di Manila bersorak dan bertepuk tangan saat mendengar kabar penundaan eksekusi terhadap Mary Jane Veloso.
Beberapa jam sebelumnya, Jakarta menolak permintaan terakhir dari pemerintah negara-negara asal terpidana untuk memberikan pengampunan bagi mereka, dan memerintahkan pelaksanaan eksekusi delapan terpidana secara bersamaan.
Eksekusi berlangsung pada pukul 00.35 di Lapangan Tembak Limus Buntu, Nusakambangan, Cilacap. Mereka yang dieksekusi adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran (Australia), Rodrigo Gularte (Brazil), Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson, dan Silvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), dan seorang WNI, Zainal Abidin.
Pengamanan ketat terlihat di Nusakambangan saat eksekusi dijadwalkan berlangsung, dan belasan ambulans tiba, beberapa di antaranya membawa peti jenazah yang dilapisi kain putih.
Para petugas mengatakan para terpidana diberi pilihan untuk berdiri, berlutut atau duduk di depan regu tembak, dan mereka diberi penutup mata. Tangan dan kaki mereka diikat. 12 orang juru tembak diberi tugas untuk menembak tepat di jantung masing-masing terpidana, namun hanya tiga di antara mereka diberi amunisi. Pihak berwenang mengatakan ini dilakukan agar tidak diketahui siapa yang menjadi pelaku eksekusi.
Di Australia, masyarakat berkumpul di berbagai kota untuk memprotes pelangsungan eksekusi terhadap Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, mengusung spanduk-spanduk dan meminta Australia untuk merespon keras pelaksanaan eksekusi. Australia telah berungkali meminta kepada Presiden Jokowi untuk memberi pengampunan kepada Sukumaran dan Chan. Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan kepada ABC, sebelumnya," Bila eksekusi ini tetap berlangsung, tentu, akan ada konsekuensinya."
Meskipun terus ada imbauan dari masyarakat internasional, kelompok-kelompok music rock dan pemimpin dunia, Presiden Indonesia Joko Widodo, tetap menolak memberikan grasi kepada siapapun yang terbukti bersalah terlibat pelanggaran narkoba. Presiden Joko Widodo mengatakan eksekusi itu diperlukan sebagai “terapi kejut” yang diperlukan untuk mengatasi yang disebutnya “situasi darurat narkoba” di Indonesia.
Presiden Joko Widodo mengatakan 40-50 orang meninggal setiap hari di Indonesia karena narkoba, angka statistik yang banyak dipertanyakan oleh akedemisi dan aktivis HAM seperti Daniel Awigla dari koalisi kelompok-kelompok penentang hukuman mati Indonesia.
Awigla mengatakan Presiden Joko Widodo terlalu mengandalkan pada proyeksi Badan Narkoba Nasional (BNN) dan mengabaikan pandangan-pandangan yang bertentangan dengan itu.
"Sangat berbahaya, negara menggunakan data yang meragukan untuk memastikan, membenarkan hukuman mati," ujar Awigla. "Data tersebut menjadi data yang sangat berbahaya, sangat sistematis dan mengapa Jokowi tidak mendengarkan pendapat-pendapat lain?"
Dalam beberapa minggu terakhir ada tuduhan-tuduhan serius lain bermunculan mengenai proses hukum yang cacat. Pengacara duo Bali Nine sebelumnya mengatakan hakim awalnya setuju untuk menerima suap lebih dari $100 ribu untuk menjatuhkan hukuman yang lebih ringan.
Dalam pesidangan Zanial Abidin, seorang warga Indonesia, salah seorang saksi diduga disiksa sementara pengacara Jane Veloso warga Filipina berkeras Veloso adalah korban perdagangan manusia yang disidang tanpa penerjemah yang baik.
Keluarga warga Brazil Rodrigo Gularte selama bertahun-tahun mengupayakan penangguhan hukuman atas dasar kesehatan jiwa yang labil. Dokter-dokter spesialis secara konsisten mendiagnosanya menderita sakit jiwa.
Dini hari, Rabu 29 April 2015, iring-iringan ambulans membawa peti mati keluar dari Nusakambangan. Di dalamnya, 8 terpidana mati sudah mengakhiri hukuman yang harus mereka jalani. Ada yang akan dibawa pulang ke negaranya, ada pula yang dikuburkan di Indonesia.
Satu-satunya terpidana mati asal Indonesia, Zaenal Abidin akan dimakamkan di Cilacap karena warga Sumatera Selatan, tempat aslinya, tidak mau menerima jenazahnya.