Seratusan orang yang menyebut diri mereka sebagai “Islamic Human Rights Alliance” (IHRA) dan Aliansi Anti Perang (A2P) berunjukrasa di depan Kedutaan Arab Saudi di Jakarta. Mereka mengutuk eksekusi mati terhadap 47 orang oleh pemerintah Arab Saudi akhir pekan lalu, termasuk ulama Syiah terkemuka Syeikh Muhammad Nimr Bagir al Nimr, yang dikenal sangat vokal memperjuangkan keadilan bagi seluruh rakyat Arab Saudi dan kerap mengecam keluarga kerajaan Arab Saudi yang berkuasa.
Dalam aksi itu para demonstran menuntut pemerintah Arab Saudi menghentikan tuntutan terhadap semua tahanan politik dengan latar belakang apapun, baik mereka yang beraliran Syiah maupun Sunni. Menurut koordinator demonstrasi Abdurrahman, langkah itu harus segera dilakukan pemerintah Saudi karena saat ini ada 30 ribu tahanan politik yang menunggu proses pengadilan. Ia juga mendesak pemerintah Indonesia untuk menggunakan langkah-langkah diplomatik supaya Arab Saudi menghormati norma-norma universal internasional.
"Karena kita kampiun demokrasi. Kita negara terbesar demokrasi ketiga. Kita juga kampiun HAM di Asia Tenggara bahkan posisi kita (Indonesia) lebih tinggi HAM nya daripada Arab Saudi, nah kita menuntut pemerintah mengambil langkah diplomatik yang tegas," kata Abdurrahman.
Lebih lanjut Abdurrahman menyerukan kepada PBB untuk mengutus tim investigasi guna menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Arab Saudi.
Pemerintah Arab Saudi dinilai kerap menangkap, mengadili dan mengeksekusi mati aktivis, intelektual dan ulama yang berbeda pandangan politiknya dengan pemerintah. Arab Saudi, tambah Abdurrahman, juga menutup dan menolak akses seluruh organisasi hak asasi manusia di dunia bahkan hanya untuk melihat proses peradilan.
"Kita meminta PBB turun. Ketika PBB turun di Suriah mengenai bom kimia nah kenapa tidak turun juga sekarang di Saudi," katanya.
Eksekusi mati terhadap 47 orang, termasuk Syeikh Nimr Al Nimr, oleh Arab Saudi telah memicu kekecewaan dan kemarahan internasional.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan Arab Saudi akan menghadapi "pembalasan dari Tuhan."
Ratusan demonstran merangsek ke Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran hari Minggu (3/1) dan membakar sebagian gedung. Demonstrasi serupa meluas di Srinagar, India dan beberapa negara lain.
Minggu malam Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran dan memberi waktu 48 jam bagi semua diplomat Iran untuk meninggalkan negara itu. Kebijakan pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran juga dilakukan oleh Bahrain dan Sudan Senin pagi (4/1), sementara Uni Emirat Arab menurunkan status hubungan diplomatik dan membatasi jumlah diplomatnya di negara itu. Sudan mengatakan memutuskan hubungan karena "aksi barbar" terhadap Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran. Sementara Uni Emirat Arab menurunkan status hubungan diplomatik karena menilai Iran kerap ikut campur dalam urusan dalam negeri negara-negara Arab dan Teluk.
Ditemui di Jakarta, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menolak memberi komentar tentang memburuknya hubungan antara Saudi dan Iran. Departemen Luar Negeri juga belum memberi keterangan resmi tentang hal ini. [fw/em]