Bahrain dan Sudan memutuskan hubungan diplomatik mereka dengan Iran sementara Uni Emirat Arab menurunkan status hubungannya dengan Iran dengan membatasi jumlah diplomat Iran di negara itu dan menurunkan status perwakilan menjadi Kuasa Usaha bukannya Duta Besar.
Meningkatnya ketegangan itu terjadi setelah Arab Saudi yang mayoritas Sunni hari Sabtu (2/1) mengeksekusi ulama Shiah, Sheikh Nimr al-Nimr. Setelah Arab Saudi mengumumkan eksekusinya bersama 46 orang lainnya, demonstran Iran yang marah merusak perabotan dan membakar kedutaan Arab Saudi di Teheran dan demonstran juga menyerang konsulat Arab Saudi di Mashhad.
Sekurangnya 40 demonstran ditahan. Presiden Iran Hassan Rouhani menyebut serangan-serangan itu “sangat tidak dibenarkan” tapi juga mengecam eksekusi al-Nimr.
Sudan mengatakan memutuskan hubungan dengan Iran karena “serangan biadab” terhadap kedutaan Arab Saudi di Teheran. Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan membatasi hubungannya dengan Iran karena Iran “terus mencampuri urusan-urusan dalam negeri negara-negara Teluk dan Arab yang sudah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Pernyataan dari kantor berita resmi Bahrain (BNA) mengatakan Bahrain memerintahkan para diplomat Iran untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam. Arab Saudi juga memberi waktu para diplomat Iran dua hari untuk meninggalkan negara itu, ketika mengumumkan langkahnya Senin malam.
Juru bicara kementerian LN Iran Hossein Jaber Ansari dalam taklimat singkat, Senin pagi mengatakan Iran sedang mengatur kepulangan personilnya dari pos-pos mereka di Arab Saudi tapi belum ada yang meninggalkan negara itu. Ia juga mengecam keputusan Arab Saudi dan mengatakan tindakan-tindakan Arab Saudi memicu ketegangan di kawasan itu.
Menlu Arab Saudi Adel al-Jubeir mengatakan, Arab Saudi yang mayoritas Sunni tidak akan mengizinkan Iran yang didominasi Syiah merongrong keamanan negaranya atau kawasan itu.
“Terus berlanjutnya serangan-serangan terhadap misi-misi diplomatik adalah pelanggaran semena-mena terhadap semua perjanjian internasional,” kata Jubeir. “Kami ingin menegaskan tidak ada ruang dalam komunitas bangsa-bangsa bagi sebuah negara yang menganjurkan, mendukung dan terlibat dalam aksi teror.”
Wakil Menlu Iran, Hossein Amir Abdollahian mengatakan keputusan Saudi itu tidak bisa mengalihkan “kesalahan besarnya” mengeksekusi Nimr seorang pengecam keras keluarga kerajaan Arab Saudi yang berkuasa. Ia divonis tahun 2014 karena menghasut dan tuduhan-tuduhan lainnya dan tahun pada tahun 2011 menjadi pemimpin utama demonstrasi Syiah di Arab Saudi timur.
Eksekusi massal itu, yang paling banyak di Arab Saudi selama lebih dari tiga dekade memicu kemarahan internasional dan peringatan-peringatan dampak berat terhadap keluarga kerajaan Saudi.
Departemen Luar Negeri Amerika dalam sebuah pernyataan mengatakan Amerika “akan terus mendesak para pemimpin di seluruh kawasan itu untuk mengambil langkah-langkah tegas untuk meredakan ketegangan.” Pernyataan itu juga mengatakan pemerintahan Presiden Barack Obama yakin “keterlibatan diplomatik dan percakapan langsung tetap penting” untuk menyelesaikan krisis itu.
Iran mengancam “pembalasan Ilahi”
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei hari Minggu mengatakan Arab Saudi akan menghadapi “pembalasan Ilahi” karena mengeksekusi Nimr. Televisi pemerintah mengutip pemimpin itu mengatakan “tumpahnya darah syuhada yang tertekan ini secara tidak adil tidak diragukan lagi akan menunjukkan dampaknya dan pembalasan ilahi akan jatuh pada politisi Arab Saudi.”
Ia juga mengatakan Nimr “tidak mendukung orang untuk melakukan tindakan kekerasan bersenjata atau diam-diam berkonspirasi tapi yang dilakukannya hanya menyampaikan kecaman publik yang mengemuka karena kepercayaannya pada agama.”
Pengawal Revolusi Iran dalam pernyataan hari Minggu mengatakan kematian Nimr akan menyebabkan “kejatuhan” kerajaan Arab Saudi. Pengawal Revolusi Iran menyebut eksekusi Nimr itu sebagai sebuah “tindakan biadab abad pertengahan.”
Ulama tertinggi Irak, Ayatollah Ali al-Sistani menyebut eksekusi itu “ketidakadilan dan agresi.”
Kecaman dan peringatan meluas. Seorang ulama Siah terkenal di Lebanon juga memperingatkan dampak dari eksekusi Nimr. Sheikh Abdul-Amir Kabalan menyebut eksekusi itu “kejahatan tingkat kemanusiaan dan akan ada dampaknya di hari-hari mendatang.”
Demonstrasi juga pecah di Bahrain dimana polisi menggunakan gas air mata pada demonstran. Demonstrasi juga terjadi di India dan pada kedutaan Arab Saudi di London.
Sekjen PBB Ban Ki Moon mengatakan ia “sangat kecewa” dengan eksekusi Nimr danmenghimbau“reaksi tenang dan menahan diri” atas pembunuhan itu.
Amerika memperingatkan bahwa kematian Nimr hanya akan menambah ketegangan antara sekte-sekte agama di kawasan itu.
Dalam sebuah pernyataan juru bicara Deplu Amerika hari Sabtu mengatakan “Kita khususnya khawatir bahwa eksekusi ulama terkenal Shiah dan aktivis politik Nimr al-Nimr beresiko meningkatkan ketegangan sektarian pada saat justru itulah yang amat perlu segera dikurangi”
Iran dan Arab Saudi sejak lama memperebutkan kepemimpinan di dunia Muslim sejak revolusi Iran tahun 1979 yang meningkatkan kekuasaan ulama-ulama garis keras Syiah. Perang Amerika di Irak makin memicu ketegangan agama dan etnis dengan pemerintahan yang dipimpin Syiah di Bagdad dan pergeseran penting dalam perimbangan kekuasaan sektarian di kawasan itu.
Setelah pergolakan Arab pecah tahun 2011, Arab Saudi dan Iran memasuki perang sengit lewat perantara menggunakan pihak ketiga di Suriah dimana mereka mendukung pihak-pihak yang berlawanan dalam konflik itu. Kedua musuh itu juga mendukung faksi-faksi militer yang bertentangan di Yaman, dimana koalisi pimpinan Arab Saudi membom sasaran-sasaran Syiah yang didukung Iran selama Sembilan bulan terakhir. [my/al]