Pihak Junta militer Myanmar, pada Kamis (24/2), menyatakan dukungannya terhadap serangan yang dilancarkan oleh Rusia ke Ukraina. Dukungan itu menempatkan pihak junta kini berada pada posisi yang bertentangan dengan sebagian besar komunitas dunia yang mengutuk aksi militer tersebut dan telah memberlakukan sanksi berat terhadap Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan VOA Burma, Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara dewan militer Myanmar, menyebutkan alasan pemerintah militer itu mendukung tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Pertama adalah Rusia telah berusaha menyatukan kedaulatannya," katanya. "Saya pikir ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Kedua, Rusia menunjukkan kepada dunia bahwa Rusia adalah kekuatan dunia."
Pemimpin kudeta Myanmar, Min Aung Hlaing, mengunjungi Rusia pada Juni tahun lalu dan terdapat jalinan kuat antara militer Burma dan Rusia. Rusia adalah salah satu dari sedikit negara yang membela dewan militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta di Myanmar yang berlangsung pada 1 Februari 2021 yang menggulingkan pemerintah sipil dan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan pejabat tinggi lainnya.
Sejak itu, PBB dan para ahli mengenai isu Myanmar berulang kali menyerukan larangan penjualan senjata kepada dewan militer, tetapi Rusia tetap mengabaikan seruan tersebut.
Sebagai pembenaran untuk pengambilalihan kekuasaan di Myanmar pada Februari tahun lalu, para pejabat militer mengklaim kecurangan yang meluas dalam pemilihan umum yang berlangsung pada November 2020, yang dimenangkan secara mutlak oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Suu Kyi.
Pemantau pemilu lokal dan internasional membuktikan bahwa pemungutan suara tersebut berjalan bebas dan adil. [ps/rs]