Kisah cinta Arbaz Mullah dimulai, seperti yang sering terjadi dalam cerita-cerita roman, ketika ia pertama kali melihat perempuan impiannya, Shweta Kumbhar, di kota tempat keluarga mereka menetap, Belagavi, di negara bagian Karnataka, pada 2018.
Selama hampir tiga tahun, aktivitas pacaran mereka dalam banyak hal mirip dengan pasangan-pasangan lain. Mereka pergi berkencan dengan menonton film, berfoto-foto, mengunjungi taman, dan berjanji untuk mengikat cinta lewat pernikahan.
Namun janji itu tidak pernah terwujud. Kisah asmara mereka membuat marah keluarga Kumbhar, penganut ajaran Hindu, sehingga mereka diduga menyewa sejumlah anggota kelompok nasionalis Hindu garis keras untuk membunuh Mullah yang berusia 24 tahun, yang beragama Islam.
Polisi mengatakan, 28 September 2021, jazad Mullah yang dimutilasi ditemukan berlumuran darah di sebuah rel kereta. Nazima Shaikh, ibu Mullah, tak kuasa menggambarkan kesedihan hatinya.
“Apa kejahatannya? Ia hanya mencintai. Ia tidak mengambil uang siapa pun, atau melakukan apa pun kepada siapa pun," katanya.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan kekerasan terhadap pasangan beda agama telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dan terutama dilakukan oleh kelompok-kelompok nasionalis Hindu garis keras yang ingin menghentikan hubungan semacam itu.
Ratusan lelaki Muslim telah diserang, dan banyak pasangan terpaksa bersembunyi. Beberapa di antara mereka bahkan dibunuh.
Sementara pernikahan antaragama antara Hindu dan Muslim jarang terjadi di India, Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, dan kelompok-kelompok nasionalis Hindu lainnya dengan tegas mengecam apa yang mereka sebut "jihad cinta".
Teori konspirasi itu menyatakan bahwa lelaki Muslim yang diduga predator merayu perempuan untuk memaksa mereka mengubah agama mereka, dengan tujuan akhir membangun dominasi Islam di negara mayoritas-Hindu itu.
Isu "jihad cinta" telah menempatkan BJP pada sisi yang bertentangan dengan para aktivis sekuler yang memperingatkan bahwa hal itu merusak jaminan konstitusional kebebasan beragama dan menempatkan umat Islam sebagai sasaran kebencian kelompok-kelompok nasionalis Hindu garis keras.
Mohan Rao, pensiunan guru besar ilmu sosial di Universitas Jawaharlal Nehru New Delhi, banyak melakukan penelitian mengenai pernikahan beda agama. Ia merasakan keprihatinan banyak Muslim di India.
“Ada rasa tidak aman yang mendalam di kalangan umat Islam secara umum. Mereka tidak merasa negara ini milik mereka lagi. Bukan hanya bagi umat Islam, banyak dari kita yang merasa demikian. Kami tidak lagi mengenali India yang sekarang.”
Gopal Krishna Agarwal, juru bicara BJP, mengatakan partai tersebut pada prinsipnya tidak keberatan dengan pernikahan beda agama, yang sah, tetapi menyiratkan bahwa kekhawatiran tentang "jihad cinta" bisa dibenarkan.
“BJP tidak sepenuhnya menentang pernikahan beda agama. Pada dasarnya itu adalah pilihan individu. Tetapi untuk memikat seseorang melalui sarana keuangan, atau pemaksaan, atau semacam motif untuk mendorong orang untuk berpindah agama, itu tidak dapat diterima," katanya.
Badan Investigasi Nasional India dan beberapa putusan pengadilan telah menolak teori "jihad cinta" sebagai tidak berdasar.
Data sensus menunjukkan komposisi agama di negara itu telah stabil sejak 1951, dan India tetap didominasi Hindu dengan Muslim mencapai sekitar 14% dari hampir 1,4 miliar penduduknya.
Shaikh sebetulnya telah berulangkali berusaha membujuk putranya, Mullah, untuk mengakhiri hubungan dengan Khumbar, tetapi Mullah menolak.
Keluarga Kumbhar marah, dan Shaikh berserta keluarganya sering menerima ancaman. Pertama-tama, ancaman-ancaman itu berasal dari keluarga Kumbhar, tapi kemudian dari sejumlah anggota kelompok nasionalis Hindu garis keras Sri Ram Sena Hindustan, atau Tentara Dewa Rama di India.
Mereka menuntut uang dan agar Mullah putus dengan Kumbhar.
Orang tua Kumbhar juga berusaha menghentikan kisah cinta itu, Walhasil, Mullah dan Khumbar menjalin asmara secara sembunyi-sembunyi di kota-kota yang jauh.
Ketika ancaman meningkat, Mullah dengan enggan akhirnya setuju untuk mengakhiri hubungan itu. Namun pasangan itu masih terus berkomunikasi secara rahasia, dan keluarga Khumbar sangat marah ketika mengetahuinya.
Tidak lama kemudian Mullah dipanggil untuk bertemu kembali dengan sejumlah anggota Sri Ram Sena Hindustan.
Menurut para penyelidik, pada pertemuan itu, sejumlah anggota Sri Ram Sena Hindustan memukuli Mullah dengan tongkat dan memotong-motong tubuhnya dengan menggunakan pisau.
Mereka kemudian diduga meletakkan penggalan tubuhnya di rel kereta untuk membuatnya terlihat seperti meninggal akibat tertabrak kereta. Sepuluh tersangka pelaku ditangkap tidak lama setelah kejadian itu, termasuk orang tua Khumbar yang mengaku telah membayar para pembunuh itu.
Sri Ram Sena Hindustan membantah bahwa sejumlah anggotanya membunuh Mullah dan mengatakan kelompok itu menjadi sasaran karena bekerja untuk kepentingan umat Hindu.
Pemimpinnya, Ramakant Konduskar, yang menyebut dirinya pejuang dalam pertempuran untuk menyelamatkan agama Hindu, mengatakan bahwa dia tidak menentang agama apa pun tetapi orang harus menikah di dalam agama mereka sendiri. Ia menganggap "jihad cinta" sebagai ancaman bagi masyarakat.
Sebuah studi Pew Research Center tahun 2020 menemukan bahwa sekitar dua pertiga umat Hindu di India menentang pernikahan beda agama. Persentase umat Islam di India yang menentang pernikahan seperti itu bahkan lebih besar lagi, yakni hampir 80 persen.
Beberapa yurisdiksi yang diatur oleh partai Modi telah mulai mencoba menyisipkan sentimen itu ke dalam undang-undang. Tahun lalu parlemen di Uttar Pradesh, negara bagian yang dipimpin oleh rahib Hindu Yogi Adityanath, meloloskan undang-undang "jihad cinta" pertama di India, yang mewajibkan pasangan dari agama yang berbeda untuk memberikan pemberitahuan dua bulan kepada pihak berwenang sebelum menikah.
Undang-undang tersebut berlaku untuk semua pernikahan beda agama, tetapi terutama mempengaruhi Muslim karena Islam mengharuskan non-Muslim untuk berpindah agama sebelum pernikahan dilangsungkan,
Berdasarkan undang-undang itu, pejabat berwenang bisa memutuskan apakah pindah agama itu terjadi melalui pemaksaan. Bila memang karena pemaksaan, kejahatan seperti itu dapat dihukum hingga 10 tahun penjara.
Karena pihak berwenang dapat mengumumkan nama pasangan selama proses tersebut, kelompok-kelompok garis keras terkadang turun tangan untuk menekan keluarga perempuan agar mengajukan tuntutan pemaksaan pindah agama.
Sejauh ini hampir 100 orang telah ditangkap berdasarkan undang-undang tersebut, meskipun hanya sedikit yang telah dihukum.
Tiga negara bagian lain yang diperintah oleh BJP telah menerapkan langkah serupa.
Para kritikus mengatakan undang-undang itu melanggar hak konstitusional untuk privasi. Yang lain khawatir undang-undang itu dapat semakin memperluas pertikaian antaragama dan menuduh BJP memicu ketakutan imajiner.
Banyak pasangan di kota-kota besar, seperti Delhi dan Mumbai, semakin cenderung menghindari norma-norma tradisional seperti perjodohan dan memilih pasangan hidup tanpa memperhitungkan agama.
Beberapa aktivis liberal, kebanyakan Hindu, telah membentuk kelompok-kelompok bantuan sosial dan hukum untuk pasangan beda agama dan memposkan kisah-kisah cinta mereka di media sosial untuk merayakannya.
Namun di Belagavi, sebuah kota yang relatif kecil, sumber daya dan dukungan seperti itu kurang. Kisah cinta Mullah dan Khumbar memicu terjadinya peningkatan serangan anti-Muslim.
Muzaffar Tinwal, teman Mullah, di kota itu, merasa sangat prihatin.
"Saya tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Seseorang dibunuh karena jatuh cinta, Ini seharusnya bisa ditangani keluarga atau hukum. Kematian, dan tubuh yang dimutilasi? Ini tidak mungkin hukuman untuk cinta," katanya. [ab/uh]