Amerika telah memberlakukan pembatasan perdagangan terhadap lima perusahaan China yang diduga menggunakan tenaga kerja paksa di wilayah Xinjiang.
Gedung Putih hari Kamis (24/6) mengatakan perusahaan-perusahaan itu menggunakan tenaga kerja paksa warga Muslim-Uighur dan kelompok minoritas Muslim lainnya, dengan persetujuan pemerintah China.
Dalam sebuah pernyataan Gedung Putih mengatakan, “Penggunaan kerja paksa oleh Republik Rakyat China di Xinjiang merupakan bagian integral dari pelanggaran sistematis terhadap warga Uighur dan kelompok etnis serta agama minoritas lainnya, dan mengatasi pelanggaran ini akan tetap menjadi prioritas utama pemerintahan Biden-Harris.”
Amerika melarang impor produk berbasis silika dari Hoshine Silicon Industry Company. Juga melarang ekspor ke Xinjiang Daqo New Energy, Xinjiang East Hope Nonferrous Metals, Xinjiang GCL New Energy Material Technology dan Xinjiang Production & Construction Corps.
Amerika juga menambahkan “polysilicon” yang diduga dibuat oleh tenaga kerja paksa di China, ke dalam “Daftar Barang yang Diproduksi oleh Pekerja Anak atau Kerja Paksa.”
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian menanggapi laporan larangan Amerika itu dengan mengatakan China “akan mengambil semua tindakan yang diperlukan” untuk melindungi hak dan kepentingan perusahaannya.
Dalam KTT G-7 di Cornwall, Inggris, awal Juni lalu, “negara-negara demokrasi dunia berdiri bersatu melawan kerja paksa – termasuk di Xinjiang – dan berkomitmen untuk memastikan agar rantai pasokan global terbebas dari penggunaan kerja paksa,” tegas Gedung Putih. [em/jm]