Tautan-tautan Akses

Dinilai Hina TNI, Aktivis dan Akademisi Robertus Robet Jadi Tersangka


Logo LSM HAM, Amnesty International, tampak di Palais Bourbon, tempat majelis nasional Perancis. Anggota Dewan Pembina Amnesti International Indonesia, Robertus Robet, ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE karena dianggap menghina TNI saat aksi damai 28 Februari 2019.
Logo LSM HAM, Amnesty International, tampak di Palais Bourbon, tempat majelis nasional Perancis. Anggota Dewan Pembina Amnesti International Indonesia, Robertus Robet, ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran UU ITE karena dianggap menghina TNI saat aksi damai 28 Februari 2019.

Aktivis dan akademisi Robertus Robet resmi dijadikan tersangka setelah ditangkap di rumahnya Kamis dini hari (7/3) dan diperiksa di Mabes Polri atas tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait orasi dan nyanyian dalam aksi damai 28 Februari lalu.

Dihubungi melalui telpon, salah seorang kuasa hukum Robet dari Kontras, Yati Andriyani mengatakan “pemeriksaan sudah selesai tetapi polisi masih memiliki waktu 1X24 jam untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.” Tetapi ia menegaskan bahwa “Robet sudah dinyatakan sebagai tersangka.”

Aksi damai yang disebut sebagai “aksi Kamisan” dan diikuti puluhan aktivis itu menyoroti rencana pemerintah menempatkan TNI pada kementerian-kementerian sipil, yang dinilai bertentangan dengan fungsi TNI sebagai penjaga pertahanan negara. Sebelumnya sejumlah LSM, organisasi massa hingga Komnas HAM sudah menolak rencana ini.

Beberapa hari sebelum ditangkap polisi, Robertus Robet sempat membuat pernyataan melalui video menyikapi beredarnya video yang menunjukkannya sedang menyanyikan lagu yang mengkritisi TNI.

“Lagu dalam orasi itu bukanlah lagu saya dan bukan saya yang membuat, melainkan lagu yang populer dalam gerakan mahasiswa 1998. Asal usul lagu itu sudah dijelaskan dalam orasi pengantar lagu, tetapi sayangnya tidak ada dalam video yang beredar. Lagu itu adalah kritik saya terhadap ABRI di masa lampau, bukan TNI di masa kini,” ujar Robet.

Tim kuasa hukum Robet yang terdiri dari sejumlah LSM, antara lain KontraS, YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia dan Jurnal Perempuan, dalam pernyataan tertulis yang diterima VOA mengatakan “Dalam refleksinya Robet justru mengatakan mencintai TNI dalam artian mendorong TNI yang profesional. Baginya, menempatkan TNI di kementerian sipil artinya menempatkan TNI di luar fungsi pertahanan yang akan mengganggu profesionalitas TNI seperti telah ditunjukkan di Orde Baru.”

Yati Andriyani melalui telpon mengatakan “sedang mengupayakan pembebasan; dengan cara menyajikan fakta sesungguhnya dan berupaya memberi pemahaman kepada penyidik dan juga publik soal persoalan ini.” Namun ditegaskannya bahwa tim kuasa hukum siap mengajukan permohonan penangguhan penahanan jika dosen Universitas Negeri Jakarta UNJ itu ditahan.

Amnesti Internasional Indonesia sejak Kamis malam memasang serangkaian cuitan di Twitter, mendesak pembebasan anggota dewan pembina yayasan itu.

Dalam salah satu cuitannya, Amnesti Internasional Indonesia mengatakan “penahanan paksa Robet merupakan ancaman bagi kebebasan berekspresi dan berpendapat, serta merupakan ancaman bagi pembela HAM di Indonesia.”

Hal senada disampaikan sejumlah akademisi, antara lain Akhmal Sahal, kandidat doktor di Universitas Pennsylvania.

Sementara akademisi lain, Ulil Abshar Abdalla mengatakan ‘’baik yg mendukung Jokowi atau Prabowo, mari bersuara sama : tolak penangkapan Robertus Robet. Ini sudah melampui urusan Pilpres. Ini urusan pelanggaran atas hak2 sipil yg dilindungi konstitusi.”

Menurut rencana polisi akan melangsungkan konferensi pers untuk menjelaskan hal itu, hari ini, Kamis siang. [em]

Recommended

XS
SM
MD
LG