Berbicara di Yogyakarta, Senin (20/6), Ghebreyesus menyebut kasus COVID-19 saat ini yang dilaporkan telah turun secara signifikan, hingga sembilan puluh persen, dibanding periode puncak Januari 2022. Banyak negara juga telah menurunkan level pembatasan, dan kehidupan masyarakat kembali seperti masa sebelum pandemi. Namun, kondisi itu tidak bermakna, pandemi telah selesai.
“Tentu saja, ini adalah kemajuan, persepsi bahwa pandemi telah berakhir dapat dimengerti, tetapi itu salah arah. Transmisi meningkat di banyak negara, termasuk negara-negara Anda, dan ini terlepas dari kenyataan bahwa upaya pengujian dan pelacakan telah menurun tajam di seluruh dunia,” kata Ghebreyesus.
Ghebreyesus hadir langsung dalam Pertemuan Menteri Kesehatan G20 yang akan diikuti Pertemuan Gabungan Menteri Kesehatan dan Keuangan. Keduanya merupakan pertemuan pertama, dan diselenggarakan di Yogyakarta, 20-21 Juni 2022. Sebanyak 80 delegasi hadir, baik daring maupun luring dalam kesempatan ini.
WHO mencatat, empat puluh persen populasi dunia masih belum menerima vaksin. Dikatakan Ghebreyesus, harus dipahami bahwa ancaman varian virus baru yang lebih berbahaya masih nyata.
“WHO masih sangat memberi perhatian, bahwa kurangnya tes dan pelacakan membutakan kita dari evolusi virus itu sendiri. Pengalaman dari pandemi ini tidak bisa kita pelajari, dan lingkaran kepanikan serta pengabaian akan terulang kembali,” tegasnya.
WHO juga melihat, sejumlah krisis telah mendominasi perhatian negara-negara dan media di seluruh dunia. Dalam pertemuan bulan lalu, organisasi ini telah mempresentasikan proposal untuk arsitektur emergensi kesehatan global, sebagai persiapan dan respons. Termasuk rekomendasi di dalamnya adalah upaya pemerintah yang lebih kuat, sistem yang lebih baik, keuangan yang lebih besar, dan Financial Intermediary Fund (FIF).
Ghebreyesus menyebut, dibutuhkan dana hingga $31 miliar setiap tahun untuk menguatkan keamanan kesehatan global. Dua pertiga dari kebutuna itu telah terpenuhi, dan menyisakan kekuarangan lebih dari $10 miliar.
“FIF yang fleksibel akan membantu mengurangi celah itu,” tegasnya.
Inspirasi dari Tamansari
Mendekatkan para delegasi dengan Yogyakarya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mencuplik cerita tentang Tamansari, kastil air milik Kraton Yogyakarta. Kompleks bangunan yang berdiri pada abad 18 ini, digunakan sebagai tempat bagi Sultan untuk bekerja, bermeditasi sekaligus beristirahat di masa-masa damai.
“Tamansari dibangun dalam situasi normal, tidak hanya untuk digunakan sehari-hari, tetapi juga untuk mengantisipasi krisis di masa depan. Saat ini kita melihat dunia dengan pandemi yang mereda, kita harus memanfaatkannya momen ini untuk membangun sistem kesehatan global yang lebih tangguh, tidak hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk tantangan hari esok. Sebaiknya siapkan payung sebelum hujan.
Belajar dari, Budi mengajak pemimpin dunia di sektor kesehatan untuk juga membangun sistem kesehatan global yang tangguh yang efektif dalam situasi normal dan selama krisis.
Meski menghadapi sejumlah tantangan, Budi mengatakan negara-negara G20 telah membuat langkah besar memperkuat arsitektur kesehatan global, untuk bersiap menghadapi ancaman kesehatan global di masa depan.
Tahun ini, lanjut Budi, sektor kesehatan akan membahas tiga agenda kesehatan global. Agenda pertama adalah memperkuat ketahanan sistem kesehatan global, agenda kedua menyelaraskan standar protokol kesehatan global, dan agenda ketiga memperluas pusat manufaktur dan penelitian global untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respon pandemi.
“Sekarang, kita telah menyelesaikan dua pertemuan Kelompok Kerja Kesehatan untuk membahas penyelarasan standar protokol kesehatan global dan memperkuat sistem ketahanan kesehatan Global. Pada Agustus, kita akan menyelenggarakan pertemuan Kelompok Kerja Kesehatan ketiga untuk membahas perluasan manufaktur global dan pusat penelitian untuk pencegahan pandemi, kesiapsiagaan, dan respons,” tambah Budi.
Dukungan Banyak Negara
Berbicara secara daring, penasihat diplomatik untuk Menteri Kesehatan Italia, Davide la Cecilia menyebut, negaranya mendukung upaya membangun arsitektur kesehatan global yang baru.
“Italia setuju dengan prioritas yang telah ditetapkan dalam presidensi Indonesia di G20. Kita bekerja sama dalam arsitektur kesehatan global, dengan menempatkan WHO dalam pusat upaya ini, kita tidak bisa memenangkan pandemi ini sendirian, harus melalui kerja sama,” kata La Cecilia.
La Cecilia juga menegaskan, dalam area keuangan, G20 harus berkontribuasi dalam untuk menekan celah kekurangan pembiayaan kedaruratan global, baik dalam persiapan, pencegahan, dan respon.
Respons senada disampaikan Mansukh Mandaviya, Menteri Serikat Pekerja untuk Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga, India. Dia mengatakan, dalam pandemi, tidak seorangpun aman sampai semua orang aman. Karena itulah, India meyakini seluruh pihak harus membangun ketangguhan kesehatan global. Selain itu, diserukan pula akses yangs sama terkait mandat vaksin global.
“Karena itu ada kebutuhan bekerja sama membuat mekanisme untuk membantu negara berpendapatan rendah, untuk menghadapi ancaman kesehatan di masa depan,” tegas Mandaviya. [ns/ah]