Tautan-tautan Akses

Dirjen WHO: Toleransi Nol COVID-19 China Tak Bisa Dipertahankan 


Dirjen WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara di Jenewa, Swiss
Dirjen WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara di Jenewa, Swiss

Menyusul pengumuman China pihaknya akan memperketat pembatasan di Shanghai guna mencegah penyebaran COVID-19, Direktur Jenderal organisasi kesehatan sedunia, WHO, Selasa (10/5) mengatakan, kebijakan toleransi nol dari China itu tidak bisa dipertahankan.

Berbicara pada briefing untuk media pada Selasa, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, “Kami membahas isu ini dengan pakar China, dan saya berpendapat perubaan sangat penting.”

Pihak berwenang di Shanghai memperketat pembatasan terhadap penduduknya yang berjumlah 26 juta orang, meskipun sudah ada penurunan dalam infeksi COVID 19 yang baru.

Penduduk di beberapa tempat tinggal telah diberitahu secara tertulis bahwa mereka tidak boleh meninggalkan rumah atau menerima kiriman sebagai bagian dari “periode tenang” yang akan berlangsung paling sedikit selama tiga hari. Pembatasan baru ini mencengangkan penduduk, karena diberlakukan menyusul izin untuk bisa bergerak di daerah tempat tinggal mereka.

Juga ada kesaksian yang diposting di media sosial China tentang penduduk yang secara paksa dipindahkan dari rumah mereka dan ditempatkan di hotel atau fasilitas karantina kalau tetangga mereka teruji positif dan mengidap virus COVID 19, serta juga anekdot tentang kru pembersih mengenakan pakaian pelindung lengkap dan masuk ke apartemen-apartemen untuk melakukan pembersihan.

Seorang pejabat kota Shanghai memberi konfirmasi langkah ini dalam wawancara dengan kantor berita AP, yang mengatakan rumah-rumah komunitas lansia dengan kamar mandi dan dapur bersama akan diberi disinfektan.

Tindakan ini memicu dilayangkannya surat terbuka dan diposting di media sosial pada Minggu oleh Tong Zhiwei, seorang profesor ilmu hukum di East China University, Fakultas Ilmu Politik dan Hukum, dan Liu Dali, seorang pengacara perusahaan di Shanghai yang mempertanyakan keabsahan praktik seperti itu.

Hampir semua penduduk Shanghai berada di bawah kendali ketat selama enam minggu terakhir selagi para pejabat di pusat finansial China itu berjuang untuk membendung perebakan kasus COVID 19. Pandemi ini disebabkan oleh varian omicron yang sangat menular. Lockdown ini telah berakibat pengaduan disertai kemarahan akibat tidak tersedianya bahan makanan segar dan obat-obatan di kota terbesar China itu.

Pejabat melaporkan ditemukan 3.000 kasus baru pada Senin (9/5), jauh dibawah 26 ribu kasus baru yang dicatat pada pertengahan April. [jm/ka]

Recommended

XS
SM
MD
LG