Meningkatnya tekanan militer terhadap ISIS di Suriah dan Irak membuat kelompok tersebut kehilangan 22 persen teritorinya dalam 15 bulan belakangan, delapan persen di antaranya sejak awal tahun ini.
Demikian hasil analisis kelompok pemantau IHS Jane’s, yang menyatakan militan “semakin terkucil dan dianggap mengalami kemunduran.”
IHS mengacu pada kawasan Suriah Utara antara ibukota de facto ISIS di Raqqa dan perbatasan Turki, di mana serangan udara dari Rusia dan koalisi pimpinan Amerika digabung dengan para pejuang Kurdi dan Sunni di darat mengusir keluar militan dan membebaskan pos-pos perbatasan penting. ISIS kini menguasai hanya sebagian kecil wilayah Suriah di mana kelompok itu dapat menyelundupkan perbekalan dan pejuang dari Turki.
Penambahan serangan bom Rusia itu kontroversial. Barat menuduh pasukan Rusia terlalu berfokus menarget pemberontak yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad dan bukannya ISIS. Tetapi dimulainya serangan udara Rusia pada 30 September tahun lalu menandai peningkatan signifikan dalam serangan udara secara keseluruhan.
Antara 1 Januari 2015 dan dimulainya serangan udara Rusia itu, pesawat tempur koalisi yang dipimpin Amerika melancarkan serangan gabungan rata-rata 20 kali per hari di Irak dan Suriah. Menurut analisis VOA terhadap data Pentagon, sejak serangan bom Rusia dimulai, jumlah itu meningkat menjadi 23 kali per hari. [uh/ab]