Sejumlah LSM peduli lingkungan dan anti-korupsi hari Senin (17/12) mengungkap dugaan pengaruh pengusaha yang kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam pusaran bisnis batubara. LSM tersebut antara lain Greenpeace, Auriga, JATAM, dan LSM antikorupsi ICW.
Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya mengatakan selain menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut merupakan pemegang saham PT Toba Sejahtera. Perusahaan ini memiliki sejumlah anak perusahaan yang terlibat dalam bisnis tambang batubara dan PLTU. Selain Luhut, ada anggota keluarga mantan menteri yang juga pensiunan jenderal ini yang terkait kelompok bisnis tersebut. Konflik kepentingan dinilai akan meningkatkan risiko terjadinya korupsi di sektor tambang, khususnya batubara.
"Sektor pertambangan batubara pada saat bersamaan digunakan untuk pendanaan politik. Mahalnya biaya politik di Indonesia memerlukan uang dari sektor batubara. Dan saat bersamaan sektor batubara memerlukan kemudahan-kemudahan dari elit politik," jelas Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Tata Mustasya di Jakarta, Senin (17/12).
Laporan mereka juga menyebut, ada lonjakan tajam jumlah izin pertambangan yang diterbitkan sejak 2001-2010, yakni dari 750 izin menjadi 10 ribu izin atau sekitar 13 kali lipat. Kenaikan jumlah izin dan subsidi negara yang besar menarik banyak elit politik dan pengusaha dengan koneksi politik ke dalam industri itu.
Luhut: Saham Saya 10% dan Sudah Dijual
Menanggapi kepemilikan saham di PT Toba Sejahtera, Luhut mengatakan telah menjual kepemilikan sahamnya sebesar 10 persen. Kata dia, saham tersebut dimilikinya sebelum menjadi Menteri, dan karenanya tidak ada konflik kepentingan antara jabatannya sebagai Menko Kemaritiman dengan perusahaan batubara.
"(VOA : Penegasan saja, saham Pak Luhut sudah tidak ada di Tobas?) Saya punya saham 10 persen, sudah saya jual. Bukan keluarga, saham Luhut Panjaitan. (VOA: Keluarga sudah tidak ada?) Periksa saja! Gampang itu, itu kan public company kamu lihat saja itu, ada mulai tahun 2005. Gak boleh, saya pedagang di situ. Begok yang ngomong itu, bilang saja sama dia," jelas Luhut ketika ditemui di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (18/12).
Luhut meminta Greenpeace dan sejumlah LSM yang membuat laporan tersebut untuk membuktikan tudingan mereka secara tertulis. Jika nantinya tidak bisa membuktikan tudingan mereka maka LSM-LSM itu menurutnya akan berurusan dengannya.
Laporan LSM Juga Ungkap Nama Beberapa Elit Politik Lain
Selain nama Luhut, laporan yang dikeluarkan beberapa LSM peduli lingkungan itu juga mengungkap nama-nama elit politik lainnya, yang juga memiliki kecenderungan penguasaan bisnis batu bara. Antara lain Prabowo Subianto, Sandiaga Uno dan Erick Thohir. Belum ada konfirmasi dari nama-nama yang disebut dalam laporan ini.
Ekonom Faisal Basri mengatakan cadangan batubara Indonesia sebenarnya jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Amerika Serikat, Rusia, Australia, Tiongkok dan India. Namun eksploitasi yang terus dilakukan membuat cadangan batubara Indonesia kini anjlok. Ia memperkirakan jika tidak segera ditemukan tambang baru maka cadangan batubara Indonesia hanya akan tinggal untuk sekitar 30 tahun ke depan.
"Share kepada dunia ini menarik. Kalau reserve Indonesia itu 2,2 persen. Tapi karena over eksploitasi, produksi sharenya 7,2 persen. Yang diekspor 16,1 persen lebih, jadi kita over eksploitasi sekali," jelas Faisal Basri.
Faisal Basri menambahkan perlu ada perubahan paradigma agar batubara nantinya dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
KPK: Penegakan Korupsi Batubara Dapat Tiru Satgas Penangkapan Ikan Ilegal
Sementara itu, Kepala Satgas III Korsupgah KPK Dian Patriah mengatakan, penegakan hukum korupsi batubara sebenarnya dapat meniru Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Di semua level ini terlibat dari bawah ke atas. Mungkin kalau kita kalau mau mencontoh Satgas 115 itu menarik, bagaimana Bu Susi ketuanya, wakilnya Wakasau itu bisa melakukan ada ratusan kapal ditenggelamkan untuk penegakan," kata Dian Patriah.
Dian menambahkan saat ini sudah ada deklarasi antara KPK dengan TNI-Polri untuk penyelamatan sumber daya alam. Namun hingga saat ini deklarasi tersebut belum diadopsi dan diterapkan. (Ab/em)