Myanmar menolak temuan panel penyelidik khusus PBB yang menuduh militer negara itu melakukan genosida dan pelanggaran-pelanggaran HAM lain dalam penumpasan kelompok minoritas Muslim-Rohingya di negara bagian Rakhine tahun lalu.
Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay hari Rabu (29/8) mengatakan kepada media pemerintah bahwa “kami tidak sepakat dan tidak menerima resolusi apapun” yang disampaikan Dewan HAM PBB, yang mengeluarkan laporan tersebut karena pemerintah Myanmar menolak masuknya tim penyidik ke negara itu.
Dalam penyelidikan terpisah, Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan telah mengumpulkan informasi dari pengungsi Muslim-Rohingya yang memperkuat tuduhan bahwa militer Myanmar dan pasukan keamanan telah melakukan pelanggaran HAM yang mengerikan, termasuk pemerkosaan.
Amerika mengatakan temuannya itu didasarkan pada lebih dari seribu wawancara dengan para pengungsi di kamp-kamp di Bangladesh kemana warga Muslim-Rohingya dari Myanmar melarikan diri lebih dari satu tahun lalu.
Duta Besar Amerika Nikki Haley hari Selasa (28/8) mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa dunia menyaksikan bagaimana Myanmar menanggapi situasi itu.
“Di Dewan Keamanan PBB, kita harus meminta pertanggungjawaban mereka yang melakukan kekerasan,” tegas Haley.
Awal bulan ini pemerintahan Trump memberlakukan sanksi-sanksi terhadap lima komandan militer Myanmar dan dua unit tentara karena keterlibatan mereka dalam berbagai aksi keji, termasuk pembakaran desa-desa.
Panel itu mendesak Dewan Keamanan PBB untuk merujuk situasi itu ke Mahkamah Kriminal Internasional di Den Haag. Tetapi dua negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB – Rusia dan China – tampaknya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Sementara itu pengungsi Muslim-Rohingya kini tinggal dalam kondisi sangat menyedihkan di kamp pengungsi terbesar di dunia di Bangladesh. PBB mengatakan kondisi belum memungkinkan mereka embali ke rumah secara aman, sukarela dan bermartabat. [em/ii]